post image
KOMENTAR
Pakar hukum pidana Yenti Garnasih menilai kerusuhan yang terjadi di Lapas Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara sebagai akibat pembiaran negara terhadap berbagai persoalan narapidana.

Padahal, masalah yang terjadi di seluruh Lapas di Indonesia sudah diketahui pemerintah. Seperti adanya perlakuan diskriminasi, over kapasitas, tak layaknya makanan, tempat tidur, sulit air, dan sebagainya. Namun, pembinaan napi di Lapas justru makin melemah, dan ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah dengan menerbitkan PP 99/2012 terkait pengetatan remisi untuk narapidana kasus korupsi, terorisme, dan narkotika.

Di sisi lain menurut dia, penerbitan PP 99/2012 tentang pengetatan remisi secara hukum tidak benar. Seharusnya lanjut Yenti, sebelum menerbitkan PP itu, mencabut terlebih dahulu UU-nya. Termasuk memperbaiki sikap diskriminatif antarnapi di Lapas.

“Apalagi tidak semua Napi bisa membayar petugas untuk mendapatkan fasilitas, pelayanan, dan bahkan keluar-masuk Lapas. Jadi, cabut dulu UU-nya sebelum menerbitkan PP. Itu jelas kelengahan negara dan sudah terjadi bertahun-tahun,” ujar Yenti Garnasih pada diskusi bertema "Perhatian dan Upaya Meminimalisir Konflik di Lapas di Berbagai Daerah," di gedung DPD, Jumat (19/7/2013).

Dari 165 ribuan napi menurut Yenti, lima puluh persennya adalah narkoba. Napi koruptor juga terus meningkat, karena di pengadilan juga ada korupsi, dan di Lapas ada korupsi. “Tak pernah memikirkan pembangunan Lapas. Yang ada pembangunan mall. Lapas sudah tak ada wibawanya. Karena Napi sudah berani menentang petugas Lapas. Sedangkan koruptor yang punya uang mendapat pelayanan mewah. Untuk itu, pemerintah jangan membiarkannya,” demikian Yenti.[rmol/hta]

Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Komunitas