post image
KOMENTAR
Dissenting opinion (berbeda pendapat) dua diantara lima majelis hakim terjadi dalam memutuskan hukuman Syamsul Hadi selaku rekanan dan kantor jasa penilaian publik dalam kasus dugaan korupsi dana kredit fiktif di BNI 46 Sentra Kredit Menengah (SKM) Cabang Pemuda Medan, yang merugikan negara sekitar Rp 117,5 miliar, di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (17/7/2013).

Ketua Majelis Hakim Sugiyanto dan hakim anggota Achmad Guntur menyatakan bahwa perbuatan terdakwa tidak dapat disebut melawan hukum.

Sementara tiga hakim lainnya, yakni hakim anggota Jonner Manik, hakim Adhoc Tirta Winata dan hakim Adhoc Rodslowny L Tobing menyatakan perbuatan terdakwa termasuk dalam perbuatan melawan hukum karena telah ikut serta melakukan korupsi.

Dimana diakhir putusan majelis hakim tetap menjatuhkan vonis satu tahun penjara denda Rp50 juta subsideir 1 bulan kurungan terhadap Syamsul Hadi.

"Bahwa dalam penilaian majelis hakim terdapat perbedaan pendapat dalam putusan ini. Maka dari itu diambil lah keputusan suara terbanyak, menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi melanggar pasal 3
UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana sesuai dakwaan subsideir," ujar hakim Sugiyanto.

Sebelumnya, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendri lebih berat. Jaksa sendiri menuntut terdakwa selama enam tahun penjara denda Rp 200 juta dengan subsider lima bulan kurungan karena perbuatan terdakwa melanggar pidana pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.

Namun, dalam tuntutannya jaksa tidak membebankan Syamsul Hadi membayar uang pengganti yang juga kerugian negara sejumlah Rp 117,5 miliar, melainkan membebankannya kepada Boy Hermansyah selaku Dirut PT Bahari Dwi Kencana Lestari (BDKL).

Dalam dakwaan JPU disebutkan, terdakwa tidak pernah turun ke lapangan melakukan penilaian terhadap Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) No 102 di Desa Berandang, Kecamatan Rantau Peurelak, Kabupaten Aceh Timur atas nama PT Atakana Company.

"Terdakwa hanya memerintahkan perwakilannya, Freddy Irawan, yang tidak memiliki sertifikat keahlian dalam melakukan penilaian terhadap objek kebun tersebut, padahal terdakwa yang harusnya bertanggung jawab menilai,” ujar jaksa.

Akibat penilaian terhadap kebun itu tiga pejabat BNI SKM Medan terdiri dari Titin Indriani (relationship), Radiyasto (pimpinan) dan Darul Azli (pimpinan kelompok pemasaran bisnis) memakai sertifikat penilaian tersebut sebagai pedoman untuk mencairkan kredit yang diajukan Boy Hermansyah selaku Dirut PT BDKL.

"Terdakwa memerintahkan perwakilannya menilai objek tersebut tanpa mengenal siapa pemiliknya. Hasil penilaian oleh perwakilan terdakwa diubah oleh Titin, Darul Azli dan Radiyasto untuk meloloskan agunan kredit Boy Hermansyah. Selanjutnya, objek kebun itu dijadikan agunan oleh Boy Hermansyah sebagai jaminan kredit di BNI SKM Medan, padahal jaminan itu belum ada proses balik nama," sebut jaksa.

Akibat perbuatan Syamsul Hadi bersama Titin, Darul Azli dan Radiyasto, Boy Hermansyah memperoleh fasilitas kredit di BNI SKM Medan sebesar Rp 117,5 miliar dari total Rp 129 miliar.

Boy Hermansyah atau setidak-tidaknya koorporasi menjadi kaya sehingga negara dirugikan Rp 117,5 miliar, sebagaimana laporan hasil audit BPKP Perwakilan Sumut No:R-4009/PWM 02/5/2012 tanggal 1 Agustus 2012. [ded]

Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Hukum