Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo menilai PP No.99 Tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan tidak layak dipertahankan karena sangat mudah disalahgunakan dan dipakai untuk sarana pemerasan oleh pihak-pihak berwenang.
Empat pasal dalam PP ini mengatur tata cara mendapatkan remisi, asimilasi, pencabutan asimilasi, dan pembebasan bersyarat, serta diberlakukan kepada narapidana pelaku korupsi, kejahatan narkoba dan terorisme.
Bambang menyebutkan, sudah bukan rahasia pemberian remisi ditransaksikan pihak berwenang itu.
"Ekstremnya Anda mau dapat remisi. Berani bayar berapa? Model pertanyaan seperti ini sudah barang tentu hanya layak dialamatkan kepada terpidana kasus korupsi dan terpidana kasus narkoba," sambung dia.
Narapidana kejahatan korupsi dan narkotika dianggap kaya raya karena memiliki uang yang sangat besar. "Para terpidana dua kasus ini berani bayar berapa saja untuk mendapatkan keringanan hukuman mereka," kata Bambang.
Bambang mencontohkan heboh grasi untuk Meirika Franola, terpidana mati dalam kasus narkoba, yang diantaranya dikritik oleh Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Mahfud M.D.
"Proses untuk mendapatkan grasi itu pasti cukup panjang. Berapa jumlah uang yang harus dikeluarkan rekan-rekan Ola agar rekomendasi grasi itu bisa sampai ke meja presiden? Artinya, selain bisa diperdagangkan, PP No 99/2012 pun bisa dijadikan alat untuk memeras," paparnya.
Untuk itu, Bambang meminta PP ini dibatalkan. [ant/hta]
KOMENTAR ANDA