Kecemburuan antar narapidana pelaku kejahatan biasa dengan pelaku pidana teroris dan pelaku pidana korupsi menjadi penyebab riak-riak kerusuhan di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Oleh itu, sudah saatnya pemerintah membangun sejumlah Lapas di sejumlah pulau terluar dan menempatkan para napi korupsi, narkoba, dan teroris di sana. Hal itu disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, Minggu (14/7/2013).
Menurut Neta, dengan fasilitas, para tahanan teroris dan korupsi dapat membeli sel dan menentukan jadwal keluar Lapas sesuka hati. Bila hal iti terus terjadi maka kecemburuan sosial di dalam Lapas akan terus membesar dan berakhir dengan kerusuhan seperti yang dialamai Lapas Tanjung Gusta.
"Menyewa ruangan pejabat Lapas untuk "kantornya" sehari-hari, memakai alat elektronik dan alat komunikasi secara bebas. Semua tamunya yg masuk tidak diperiksa sipir. Atau membawa pengawal dan pelayan ke dalam Lapas. Semua keistimewaan ini mereka dapatkan karena membayar suap kepada oknum Lapas atau Rutan," terangnya.
Kondisi inilah sebut Neta yang kerap menimbulkan kecemburuan. Untuk itu sistem, manajemen, dan pengawasan terhadap Lapas perlu dibenahi. Tahanan kelas kakap harus ditempatkan di Lapas pulau terluar.
Tujuannya, agar mereka tidak bisa mengakses kolega-koleganya untuk berkolusi dan mendapatkan keistimewaan atau pulang ke rumah sesukanya. Selain itu kejahatan yang mereka lakukan terkatagori kejahatan tingkat tinggi yang menghancurkan bangsa dan negara sehingga sangat pantas mereka ditempatkan di Lapas pulau terluar.
Dalam manajemen Lapas sambung Neta, pemerintah harus tegas bahwa tidak ada lagi napi potensial yang menguasai kamar tahanan hanya untuk dirinya sendiri dan menjadi raja-raja kecil yang mempecundangi para pejabat Lapas dengan uangnya.
"Di Lapas harus ada standar, satu kamar diisi empat atau enam tahanan. Kepala Lapas yang berkolusi dengan napi potensial harus dikenakan sanksi pidana. Tanpa tindakan tegas Lapas tidak akan terkendali dan tidak akan ada efek jera, bagi aparat Lapas maupun para napi," demikian Neta. [hta]
KOMENTAR ANDA