post image
KOMENTAR
Persoalan gizi buruk umumnya dialami oleh masyarakat yang tinggal di daerah kumuh dan sering datang dari kaum yang termajinalkan. Khususnya di Kota Medan, persoalan tersebut masih kerap terjadi. Walaupun persentase riilnya tidak dapat dipastikan, namun menurut Anggota DPRD Medan Bahrumsyah, dari laporan masyarakat dan pemberitaan di media cetak bahwa pada 2013 ini angkanya tidak begitu signifikan. Lain halnya seperti di 2011-2012, yang jumlah penderitanya lebih besar.

Menurut Bahrum, masyarakat dinilai tidak begitu peduli dengan hal itu. Karena disamping sibuk mencari nafkah, kurangnya informasi serta pemahaman mengenai gizi buruk yang sangat terbatas.Selain itu pula, ekonomi keluarga yang lemah juga menjadi dasar pemikiran untuk tidak mau berobat. Sehingga sering kali begitu sudah kejadian baru diketahui sang buah hati mengalami gizi buruk.

Oleh karenanya, Pemerintah Kota (Pemko) Medan melalui Dinas Kesehatan harus mengoptimalkan perannya. Karena salah satu program untuk mencegah persoalan gizi buruk tersebut adalah dengan merevitalisasi posyandu di setiap kecamatan.

"Saya pikir Dinkes sudah membuat program dengan merevitalisasi posyandu. Karena disitu sumbernya. Ribuan kader sudah ada di setiap lingkungan. Tinggal bagaimana memberi motivasi kepada mereka. Menjemput atau menunggu bola, sebuah upaya meminimalisir kurangnya gizi anak, apalagi sampai mengalami gizi buruk," ujar anggota Komisi B DPRD Medan tersebut kepada MedanBagus.Com, Jum'at (12/7/2013).

Dengan begitu, tambah Bahrum, dari dini kita bisa mendeteksi gizi buruk. Karena gizi buruk bukan serta merta terjadi, melainkan ada proses yang panjang kenapa gizi buruk terjadi sama anak. Jadi, bukan ujug-ujug langsung mengalami gizi buruk, karena prosesnya tersistematis mulai dari si anak lahir.

Politisi Partai Amanat Nasional ini menilai, sistem jemput bola sangatlah penting diterapkan oleh kader Posyandu. Karena sudah pasti sebelum terjadi gizi buruk, yang pertama akibat mengalami kurangnya gizi.

"Seharusnya kader Posyandu sudah memiliki data berapa orang ibu hamil di suatu kecamatan. Berapa orang pula yang sudah hamil tua. Dan disitulah mereka harus jemput bola untuk memberikan pemahaman kepada warga," ungkapnya.

Selain itu, masih kata Bahrum, tugas pemerintah kota untuk memberikan kesadaran bagi masyarakat. Baik itu melalui penyuluhan di Posyandu-posyandu maupun melalui sosialisasi langsung. Itu berguna sebagai motivasi dan pencerahan bagi kaum ibu-ibu. Karena tidak ada yang bisa mendeteksi masalah gizi buruk ini, kecuali dengan adanya kesadaran diri individunya dan juga kader lingkungan yang peka dalam melihat sekitarnya.

"Perlu waktu berbulan-bulan juga untuk mengantisipasinya. Di gizi kurang itu saya pikir posyandu sudah memberikan asupan gizi yang optimal sehingga mencegah terjadinya gizi buruk. Saya pikir memang peran posyandu harus dimaksimalkan oleh Dinkes," pungkasnya. [hta]

Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Komunitas