post image
KOMENTAR
MBC. Putusan kasasi Mahkamah Agung atas kasus pajak Asian Agri Group yang mewajibkan membayar denda sebesar Rp2,5 triliun dinilai sebagai yurisdiksi hukum yang ngawur.

Asian Agri disarankan menempuh peninjaun kembali untuk membuktikan kekeliruan putusan kasasi itu.

Terlebih, putusan itu memvonis bersalah delapan perusahaan yang sudah berkekuatan hukum tetap di Pengadilan Pajak, dari 14 perusahaan yang diwajibkan bayar pajak.

"Kalau sudah pernah diputus di pengadilan pajak dan diputus lagi di tingkat kasasi oleh MA itu berarti yurisdiksi hukum yang ngawur,"  ujar pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Prof. Andi Hamzah, Rabu (10/7/2013).

"Kalau memang sudah ada putusan yang berkekuatan hukum yang tetap di Pengadilan Pajak maka yang dilaksanakan adalah putusan di Pengadilan Pajak karena itu lex spesialis," katanya seperti disiarkan Rakyat Merdeka Online.

Dia menambahkan, seseorang tidak dapat dituntut lantaran perbuatan yang baginya telah diputuskan oleh hakim.

Dikatakan Andi, putusan kasasi MA tetaplah sebuah keputusan hukum yang mengikat dan harus dihormati. Hanya saja upaya PK kata dia masih dimungkinkan bagi mereka yang ingin mencari keadilan akibat dari putusan itu.

Hal senada disampaikan ahli hukum pajak dari UI Prof. Gunadi. Baginya, kasus Asian Agri adalah sebuah kasus yang kompleks. Makanya, untuk membuktikan pihak mana yang memutus dalam keadaan yang sebenarnya (demi kepastian hukum dan keadilan), Asian Agri menurut Gunadi sudah seharusnya menempuh upaya PK.

''Sulit kita tahu apakah pengadilan tingkat pertama dan banding (vonis bebas) yang memutus dalam keadaan sebenarnya atau sebaliknya MA (vonis bersalah). Lebih baik Asian Agri mengajukan PK untuk membuktikannya,'' tutur Gunadi.

Sementara itu mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Machfud Sidik, menilai kasus pajak Asian Agri bukanlah tergolong dalam kasus pidana melainkan kasus sengketa pajak.

"Wajib pajak mempunyai hak untuk mendapatkan keadilan. Namun ketika dinyatakan bersalah tidak membayar pajak, maka petugas pajak harus tegas menegakkan hukum," tambah mantan Dirjen Pajak ini.

Hal ini menurutnya sangat berbahaya dan menakutkan bagi dunia usaha.

Dia mengibaratkan apa yang dilakukan Ditjen Pajak dalam kasus Asian Agri tak semata-mata mengambil butir telur, tapi mengambil ayamnya sekaligus. Dengan kata lain Ditjen Pajak sangat berpotensimembunuh dunia usaha ke depan. [ans]

Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Hukum