Kasus penebangan hutan yang dilakukan PT Gorga Sari Duma (GSD) di Tele, Kabupaten Samosir akhirnya ditingkatkan ke penyidikan. Keputusan itu diambil setelah Subdit IV/Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Poldasu melakukan gelar perkara.
"Kita sudah gelar perkara. Kasusnya kini ditingkatkan ke penyidikan," kata Kasubdit Tipidter Ditreskrimsus Poldasu, AKBP Teguh Yuswardhie, Selasa (9/7/2013).
Dikatakan Teguh, dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Samosir yang saat itu mengeluarkan izin penebangan hutan di Tele, Kabupaten Samosir.
"Rencananya kita panggil yang mengeluarkan izinnya. Namun setelah kordinasi dengan saksi ahli dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sumatera Utara (Provsu), sementara ini kita minta statusnya distanvaskan," ungkapnya.
Disebutkan Tegus, PT GSD mengantongi izin pengelolaan hutan kemiri. Pengusutan penyidikan dilakukan dari pengeluaran izin kepada PT GSD. Lahan tersebut merupakan hutan konservasi namun bisa dikelola.
"Bukan hutan lindung, sehingga PT GSD mendapatkan izin untuk penanaman hutan kemiri. Permintaan stanvas sudah kita layangkan. Saya lupa tanggalnya," sebut Teguh.
Ketua Tim Advokasi Peduli Kawasan Danau Toba (Tapak Adat) Mangaliat Simarmata menyebutkan, status stanvas tersebut sesuai dengan dikeluarkannya surat dari Pemerintah Kabupaten Samosir melalui Dinas Kehutanan dan Pekebunanan dengan nomor surat No. 522.21/384/PH/DKP/2013 yang berkaitan dengan kegiatan penebangan dan pengangkutan kayu dari lokasi Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) PT GSD sejak Senin 8 April 2013.
Menurut Mangaliat, berdasarkan temuan BLH Provinsi Sumut, PT GSD beraktifitas tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
"Dari hasil temuan itu sudah bisa kami simpulkan aktifitas kegiatan PT GSD harus dihentikan. Kami berharap dalam kasus ini ada yang menjadi tersangka atas penebangan hutan yang sangat mengancam 12 desa di Kecamatan Sianjur Mulamula dan 13 desa di Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir," tegasnya.
Mangaliat membeberkan, dari pengalaman sebelumnya, delapan desa di Kecamatan Sitiotio sudah pernah terjadi bencana karena pembalakan liar.
"Seharusnya Pemkab Samosir memikirkan dampak akibat penebangan hutan Tele sebagai daerah penyangga kawasan Danau Toba dan juga sebagai penahan air karena lokasinya berada di atas," ucapnya.
Mangaliat menyebut, masyarakat Kecamatan Sianjur Mulamula dan Kecamatan Harian juga sangat bergantung kepada suplai air dari hutan Tele pada saat musim kemarau. Begitu juga sebaliknya, pada musim penghujan, hutan tersebut sebagai benteng pencegah longsor yang berdampak kepada dua desa tersebut.
Selain itu, program penghijauan ‘Toba Go Green’ dengan menanam pohon yang di komandoi Pangdam I Bukit Barisan di Kabupaten Samosir jadi bertolak belakang.
"Kita mengharapkan Poldasu tidak memihak kepada pengusaha. Poldasu seharusnya menyelamatkan hutan penyangga daerah Kecamatan Harian dan Sianjur Mula-mula, Kabupaten Samosir," pungkasnya. [hta]
KOMENTAR ANDA