post image
KOMENTAR
Raut wajah dan senyuman terlihat di mimik wajah Agus Sumantri Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemkab Deliserdang. Pasalnya, terdakwa kasus korupsi proyek pemeliharaan, pembangunan jalan dan jembatan di Dinas PU (Pekerjaan Umum) Deliserdang yang bersumber dari APBD Tahun 2010, divonis ringan dengan hukuman Satu Tahun Penjara, oleh Majelis Hakim Diketuai Denni L Tobing.

"Terdakwa Agus Sumantri terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama satu tahun penjara, denda Rp50 juta dan subsider 1 bulan kurungan," ujar ketua majelis hakim Denny L Tobing, Senin (8/7) di ruang utama Pengadilan Tipikor Medan.

Agus Sumantri memang dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim  melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 jo UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Namun, Putusan itu terlalu ringan dari tuntutan  Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Lubukpakam. Dimana sebelumnya, JPU menjatuhkan tuntutan kepada terdakwa selama 6 tahun penjara, denda Rp500 juta subsideir enam bulan kurungan.

Bahkan Jaksa yang menuntut terdakwa dengan hukuman tinggi terlihat ragu menyatakan banding, dan malah mengatakan pikir-pikir, satu suara dengan Penasehat Hukum terdakwa. Untuk selanjutnya mengambil keputusan apakah mengajukan banding atau menerima putusan itu.

"Memang perkara ini tidak jelas. Kerugian negaranya juga tidak jelas. Sebab menurut ahli BPKP Perwakilan Sumut kasus ini hanya berpotensi mengakibatkan kerugian negara. Majelis hakim juga berpendapat yang sama. Tapi nantilah, karena saya juga belum lihat salinan putusannya, makanya kita pikir-pikir," ujar Taufik Siregar selaku penasehat hukum terdakwa.

Dalam perkara ini, terdakwa lainnya yakni Kepala Dinas PU Deliserdang Faisal dituntut dengan hukuman 8 tahun penjara, denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan serta diwajibkan membayar Uang Pengganti (UP) Rp52 miliar lebih. Jika harta benda pria berambut putih itu tidak mencukupi untuk mengganti kerugian negara, maka jaksa meminta hakim mewajibkannya mengganti dengan menjalani 4 tahun kurungan.

Sedangkan Elvian selaku Bendahara Dinas PU Deliserdang dituntut dengan hukuman 7 tahun penjara, denda Rp 500 juta dan subsider 6 bulan kurungan. Jaksa mengenakan Elvian UP sebesar Rp50 miliar. Jika harta bendanya tidak mencukupi maka di ganti dengan kurungan badan tiga tahun enam bulan. Dalam dakwaan JPU menyebutkan Faisal melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Elvian selaku Bendahara Pengeluaran Dinas PU Deliserdang dan Agus Sumantri selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) Deliserdang, yang merugikan negara sebesar Rp105,83 miliar yang berasal dari anggaran tahun 2010 sebesar Rp178 miliar.

Terdakwa Faisal selaku Kadis PU atas inisiatif sendiri mengalihkan kegiatan- kegiatan yang terdaftar dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas PU Deliserdang dari kegiatan bersifat tender (lelang) menjadi kegiatan swakelola. Itu dilakukan terdakwa Faisal dengan alasan untuk menerapkan pola partisipatif, efisiensi waktu dan dana, serta menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengelola anggaran, hutang dan piutang di Dinas PU.

Padahal, terdakwa mengetahui untuk mengalihkan kegiatan bersifat tender menjadi swakelola harus melalui perencanaan yang dituangkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan kemudian diajukan ke badan legislatif (DPRD) untuk dibahas dan mendapat persetujuan. Selain itu, terdakwa Faisal juga menggunakan anggaran tahun 2010 tersebut untuk membayar kegiatan-kegiatan pada tahun anggaran sebelumnya, yakni 2007,2008, 2009 dan 2010.

"Terdakwa juga menunjuk perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sehingga mengurangi pendapatan negara dari pajak," kata jaksa.

Sementara terdakwa Elvian selaku Bendahara Pengeluaran Dinas PU, memproses pencairan anggaran Dinas PU yang diperuntukkan membayar kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun anggaran sebelumnya, dan kegiatan swakelola tersebut tanpa disertai alat bukti yang sah dan lengkap. Sedangkan Agus Sumantri selaku Bendahara Umum Daerah (BUD), memproses pencairan dana yang diajukan Elvian.

"Dengan beralihnya kegiatan tender menjadi swakelola, proses keluarnya dana APBD menjadi ganti uang yang diproses terdakwa Elvian dan menjadi dasar bagi Agus Sumantri untuk menerbitkan SP2D," ujar jaksa.

Atas perbuatan terdakwa Faisal bersama Elvian dan Agus Sumantri tersebut, negara mengalami kerugian Rp105,83 miliar, dengan perincian pembayaran kegiatan pada tahun anggaran terdahulu Rp83 miliar, pengurangan fisik pekerjaan Rp15 miliar, pengurangan pajak Rp3 miliar dan rekening koran berupa transaksi atas nama Elvian sebesar Rp3,7 juta. [yhu]




Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum