Hubungan Polri dengan masyarakat dinilai semakin memburuk. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya benturan atau peristiwa konflik dalam kurun beberapa waktu. Benturan itu berupa aksi perusakan dan pembakaran fasilitas Polri merata terjadi di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari Sumut hingga Papua.
Menurut Direktur Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane melalui siaran pers kepada wartawan, Minggu (30/6/2013), wilayah dengan fasilitas Polri yang paling banyak terkena amuk massa masih "dipegang" Sumut dan Papua, sama seperti tahun 2012 lalu. Amuk massa ini menurut IPW dipicu akibat benturan dengan jajaran aparat bawah Polri. Kondisi ini dinilai IPW memprihatinkan.
"Terbukti, selama enam bulan, dari Januari hingga Juni 2013, ada 58 fasilitas Polri yang dirusak dan dibakar masyarakat dalam 14 peristiwa konflik atau amuk massa di sekitar kantor polisi," kata Neta
Menurut Neta, angka tersebut meningkat tajam jika dibandingkan tahun sebelumnya. Dimana pada tahun 2012 ada 85 fasilitas Polri yang dibakar dan dirusak masyarakat, terdiri dari 56 kantor polisi, 18 mobil polisi, 10 motor polisi, dan satu rumah dinas polisi. Sedang tahun 2011 berkisar 65 fasilitas Polri yg dirusak terdiri dari 48 kantor polisi, 12 mobil polisi dan lima rumah dinas. Tahun 2010 lebih kecil lagi, hanya 20 kantor polisi yang dirusak massa.
Kini, hanya waktu enam bulan di tahun 2013 ada 58 fasilitas Polri yang dirusak dan dibakar warga, terdiri dari 13 kantor polisi (5 pospol, empat polsek dan empat polres), 25 motor polisi, delapan mobil polisi, dan dua unit rumah dinas polisi. Akibat konflik di sekitar kantor polisi itu 143 orang ditangkap, 23 warga luka, lima warga tewas, 15 polisi luka, dan satu polisi tewas, beber Neta.
"Jika Polri tidak segera membenahi kondisi ini, permusuhan polisi dengan rakyat akan semakin marak. Sebab sebagian besar aksi perusakan pada fasilitas Polri itu dikarenakan rasa jengkel rakyat terhadap sikap arogan, sikap represif, dan pemihakan polisi pada para pengusaha. Sikap nekat melawan polisi muncul karena warga merasa tdk punya harapan lagi untuk mendapatkan keadilan," demikian Neta. [yhu]
KOMENTAR ANDA