Keterlibatan pejabat negara asing dalam kasus penyuapan dan pemberian uang pelicin di Indonesia akan menjadi target baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Langkah menuju kesana sudah disiapkan dalam bentuk draft tentang aturan yang dapat menjerat suap dari pejabat asing tersebut.
Hal tersebut disampaikan Direktur Pembinaan Jaringan dan Kerja sama Antarkomisi KPK, Sudjarnako dalam keterangan pers di sela-sela pertemuan kerja sama Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Coorporation/APEC) di Hotel Santika Medan, Rabu (26/6/2013).
Sudjarnako bilang, draf itu telah dikirim ke Kementerian Hukum dan HAM untuk selanjutnya dibahas di Kementerian Hukum dan HAM lalu disampaikan ke Presiden untuk penyiapan Amanat Presiden.
"Setelah itu, Amanat Presiden tersebut akan dikirim ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, guna dibahas dan disahkan menjadi UU," kata Sudjarnako.
Dijelaskannya, penyiapan aturan tersebut sangat dibutuhkan agar KPK dapat menjerat pejabat negara asing yang terlibat dalam kasus dugaan suap dan pemberian uang pelicin di Tanah Air.
"Selama ini belum bisa karena yurisdiksi negara locusnya beda," tuturnya, menjelaskan.
Sebelumnya, seperti dilansir Antara, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, pemberian suap dan uang pelicin itu menyebabkan proses bisnis tidak berjalan "fair".
Pihaknya mengharapkan seluruh pemegang mandat dalam perizinan bisnis tidak terlibat dalam kegiatan suap dan uang pelicin tersebut, termasuk dalam bentuk uang terima kasih.
Pihaknya tidak ingin terlibat dalam terminologi mengenai kata suap dan uang terima kasih, karena sama-sama bertujuan untuk memperlancar bisnis yang akan dikerjakan.
"Kalau mengambil hak kita, itu perbuatan korup dan bertentangan dengan asas. Jangan masuk dalam ruang 'abu-abu' yang menyebabkan teman-teman di KPK menangkap anda," katanya menegaskan. [Ant/ded]
KOMENTAR ANDA