Sangat disayangkan pernyataan Presiden SBY yang mengungkapkan permintaan maaf pada negara tetangga, Malaysia dan Singapura atas peristiwa kabut asap di Riau yang juga belum berhenti.
"Pemerintah terkesan defensif dan menunjukkan lemahnya diplomasi lingkungan," ujar Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon, Selasa (25/6/2013).
Menurut Fadli, sebagaimana disiarkan Rakyat Merdeka Online, seharusnya dicari adalah akar masalah dan ada penanganan bersama. Pemerintah hingga saat ini kata dia belum serius menangani masalah kabut asap. Persoalan asap di kawasan Sumatera dan menyebar ke negara tetangga merupakan masalah tahunan yang tak pernah tuntas. Belum nampak langkah serius mencari solusi permanen.
Faktanya, hingga kini Indonesia belum meratifikasi ASEAN agreement on Transboundary Haze Pollution (ATHP). Padahal dengan ratifikasi ATHP, Indonesia akan mendapatkan bantuan teknis untuk menangani peristiwa kabut asap seperti sekarang.
Masih kata Fadli, sudah banyak analisa yang mengkaitkan peristiwa asap ini dengan adanya beking politik di perkebunan kelapa sawit. Dan perusahaan yang terlibat bukan saja perusahaan Indonesia, namun juga Singapura dan Malaysia.
"Namun, pemerintah kita belum berani mengambil langkah tegas," jelas dia.
Maka terang dia, perlu diteliti dan diinvestigasi perusahaan-perusahaan yang arealnya menyebabkan kebakaran hutan atau kerusakan lingkungan. Hukum harus ditegakkan dengan tegas. Sehingga, ketika ada peristiwa seperti ini, pemerintah tahu apa yang perlu dilakukan.
"Permintaan maaf tak menyelesaikan persoalan, justru hanya melemahkan posisi diplomasi kita," ungkapnya,
Masih kata Fadli, permintaan maaf tanpa diiringi solusi seperti menampar muka sendiri, tak taktis.
Pemerintah harus berani menegakkan hukum pada pihak-pihak yang harus bertanggung jawab atas kebakaran hutan ini. Pemerintah juga harus mampu mengubah pola pikirnya atas masalah lingkungan hidup sebagai masalah serius. [ans]
KOMENTAR ANDA