Sebagai bagian dari Negara, pemerintah juga melanggar pembukaan UUD 45 atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kalau ternyata kebijakan itu menyengsarakan rakyat.
Dalam pembukaan UUD 45 disebutkan, memberikan kesejahteraan umum sebenarnya bukan tujuan bernegara tapi tugas negara. Jadi, kebijakan pemerintah itu bukan hanya melanggar pasal, tapi juga melanggar isi pembukaan UUD 45.
Demikian dikatakan pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf sesaat lalu Senin (24/6/2013).
Sebelumnya, Asep menyatakan, Presiden bisa dimakzulkan atau di-impeacht jika terbukti kebijakannya menaikkan harga BBM bersubdisi bikin rakyat sengsara. Presiden dapat diajukan ke MK oleh DPR dengan landasan terjadi pelanggaran pasal 33 UUD 45.
Lebih jauh dia menjelaskan, kalau hanya menguasai tapi tidak melaksanakan kewajiban, itu namanya bukan negara tapi penjajah. Karena hanya penjajah yang mau menguasai tanpa memberikan hak masyarakat.
''Sayangnya meski telah terjadi pelanggaran yang nyata-nyata oleh pemerintah, DPR yang adalah bagian dari Negara dan bertugas mengkontrol serta mewakili rakyat telah berubah menjadi wakil parpol.Terlebih dengan adanya koalisi atau Setgab pendukung pemerintahan,'' ujarnya sebagaimana disiarkan Rakyat Merdeka Online,
"Rasanya sulit mengharapkan DPR mengajukan hal ini ke MK. Begitu juga dengan pengadilan umum, dengan dalih bahwa ini merupakan kebijakan politik yang tidak bisa disidangkan, pengadilan negeri dan PTUN pun menolak berbagai gugatan terkait hal-hal seperti ini,” imbuhnya.
Pelanggaran konsitisi pun selalu diarahkan untuk diselesaikan secara politik. Inilah menurut Asep yang merusak seluruh tatanan bernegara. UUD 45, tegasnya, yang merupakan dasar negara pun tidak dipedulikan lagi.
"Penyelesaian secara politik sama sekali tidak membawa perubahan pada rakyat," kata Asep. [ans]
KOMENTAR ANDA