post image
KOMENTAR
Ini dongeng dari Cikaos, desa fiktif yang digambarkan berada di lereng gunung Pangrango, Jawa Barat. Dinamakan Cikaos karena di desa ini lebih banyak usaha rumahan penyablonan kaos ketimbang pengrajin tas seperti desa sebelah.

Setiap menjelang pemilu banyak partai pesan kaos dengan sablon tanda gambar parpol atau foto caleg yang dikata-katai sesuatu yang menjanjikan. Orang-orang di desa Cikaos memang kreatif mengarang kata-kata. Makanya di kalangan politisi desa ini juga dikenal sebagai ''kampung pencitraan''.

Tapi bukan karena perkara kaos bila desa Cikaos masuk berita televisi, radio, media cetak dan online. Ini gara-gara Pak Lurah yang tinggi bongsor itu tewas dihajar warganya sendiri.

''Jadi Lurah kok kerjanya membohongi rakyat sendiri. Nyusahin kita melulu,'' kata salah seorang warga kepada kamera TV yang menyorotnya.

''Akang ikut mengeroyok Pak Lurah?'' tanya reporter TV cantik berbaju biru.

''Tidak. Saya cuma ikut menjarah rumah Pak Lurah,'' katanya.

''Lalu membakar rumahnya?''

''Saya tidak tahu siapa yang membakar. Saya saja kalau tidak lari bisa terjebak api.''

Kamera TV lalu menayangkan wajah lain. Lebih tua tapi lebih dingin. Menjawab pertanyaan reporter, lelaki berwajah dingin itu lalu menceritakan kronologi kejadian hingga Pak Lurah tewas dengan ngenas di tangan warganya sendiri.

Rupanya semua itu bermula dari pernyataan Pak Lurah bahwa ada harimau gentayangan. “Semua warga harap berhati-hati. Ada harimau besar lagi sangar mengancam desa kita,” kata Pak Lurah kepada warga yang dikumpulkannya di balai desa, suatu petang.

Setelah selesai Pak Lurah mengumumkan ''ada harimau masuk desa'', warga Cikaos memang bubar. Tapi mereka kemudian membentuk beberapa kelompok, membahas harimau sesuai dengan kecenderungan kelompoknya.

Kelompok anak muda dan para jawara membicarakan dan merancang taktik bagaimana menangkap atau membunuh harimau. Orang-orang tua membicarakan ihwal kedatangan harimau ke kampung. Ada yang menyalahkan perambah hutan yang mencari kayu. Mungkin ada yang menyinggung hati 'sang kiai', begitu orang di desa menyebut harimau, sehingga ia marah lalu masuk kampung.

Komunitas pembuat kaos mendiskusikan dan berpikir keras bagaimana merancang kaos dari bahan yang tahan cakaran harimau. Sehingga dalam keadaan terpaksa, mereka bisa ke luar rumah.

Sedangkan kaum perempuan, terutama yang punya anak balita, dihantui kecemasan luar biasa. Bahkan yang tempat MCKnya di luar rumah, banyak yang menahan diri. Akibatnya, kegiatan masak-memasak terganggu.

Hari demi hari, minggu demi minggu, warga Cikaos dihantui kecemasan datangnya harimau besar nan sangar.

Baru setelah beberapa mahasiswa yang habis kemping di Pangrango turun dan mampir ke desa mereka, dan mengatakan tidak ketemu harimau sama sekali, warga segera berkumpul. Beberapa orang tampil memberi kesaksian akan seringnya Pak Lurah bohong. Mereka pun marah.

''Sekarang kecemasan akan harimau besar nan sangar itu sudah pudar,'' kata sesepuh adat kepada reporter TV yang cantik itu.

Lalu ke mana mahasiswa yang memberikan pencerahan kepada warga Cikaos tentang kebohongan harimau besar nan sangar itu?

Mungkin mereka bergabung dengan para mahasiswa patriotik lainnya, yang sedang menggelorakan perlawanan terhadap kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menaikkan harga BBM.

Mereka, para mahasiswa, dan juga kaum buruh, memang tidak percaya kepada alasan pemerintah yang mengatakan ''APBN bisa jebol'' bila harga BBM tidak dinaikkan. Sebab sejumlah bukti menyatakan, APBN justru dijebol oleh mereka sendiri, lewat korupsi yang gila-gilaan. Mereka juga tidak percaya alasan menaikkan harga BBM karena ada subsidi yang salah sasaran. Ini hanya alasan.

Para mahasiswa patriotik itu hanya tahu, saat kenaikkan harga BBM diwacanakan, harga-harga bahan kebutuhan pokok naik. Kelar DPR mengesahkan APBN-P 2013 yang menyetujui harga BBM naik, harga-harga kembali naik. Lalu setelah pemerintah resmi menaikkan harga BBM, semua harga kebutuhan pokok, termasuk transportasi, segera melejit…

Padahal rakyat Indonesia sekarang ini sedang menghadapi tiga hal krusial. 1. Memasukkan anak sekolah. 2. Menyiapkan menghadapi bulan suci Ramadhan, dan ke-3, tentu saja: Lebaran. Semuanya perlu dana ekstra besar.

Mungkin kecemasan mayoritas rakyat Indonesia sama dengan kecemasan warga Cikaos, sebelum disadarkan para mahasiswa. [***/ans]
Tulisan asli ini bisa dilihat di www.rmol.co

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa