post image
KOMENTAR
Pemko Tebingtinggi terindikasi sebagai Pemda paling korup dalam pengelolaan belanja modal pada APBD tahun 2012 lalu. Predikat ini disematkan oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di semester II tahun 2012.

Dalam pemeringkatan yang dilansir Fitra, Senin (24/6/2013) itu, Tebingtinggi masuk sebagai jawara dengan dugaan korupsi anggaran belanja untuk fasilitas umum yang langsung bersentuhan dengan publik sebesar Rp4,9 miliar. Menyusul Tebing adalah Kota Ambon, Denpasar, Kota Bukit Tinggi dan Kota Prabumulih.

Direktur Investigasi Dan Advokasi FITRA, Uchok sky Khadafi menuturkan jumlah uang negara dan daerah yang belum dapat dipertanggungjawabkan itu berasal dari enam temuan BPK yang kebanyakan dijalankan oleh Dinas Pekerjaan Umum.

''Modus utamanya adalah mengurangi volume bahan proyek atau mark-up anggaran,'' katanya seperti dikutip dari liputanbisnis.

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan antara lain adalah, ketidaksesuaian antara hasil pekerjaan dengan spesifikasi dalam kontrak pada paket pekerjaan pemeliharaan berkala Jalan Sudirman (Simpang Ramayana sampai dengan pusat kota). Nilai proyeknya Rp.3.324.132.003,50.

Kesalahan serupa dijumpai pada pembangunan tanggul di Sei Padang, Kecamatan Bajenis. Terdapat perubahaan pekerjaan pembangunan tanggul tanpa addendum kontrak yang berpotensi merugikan keuangan daerah sebesar Rp.1.321.816.816.

Sesuai kontrak timbunan pilihan yang dianggarkan sebanyak 11.216 meter persegi dan harga satuan Rp.117,851 atau seluruhnya Rp1.321.816.816 (tidak termasuk PPN). Namun, ternyata tidak ditemui adanya pekerjaan timbunan pilihan pada lokasi pekerjaan. Yang didapati adalah pekerjaan beronjong penahan tanpa adanya adendum

Terakhir, kekurangan volume pekerjaan pemasangan atap dengan rangka kuda-kuda di RSUD Dr H umpulan Pane senilai Rp 6 miliar, namun ternyata anggaran yang terpakai hanya Rp 738 juta. BPK mencatat ada dana sebesar Rp 127 juta dari anggaran tersebut yang tidak dapat dipertangungjawabkan.

Temuan berupa proyek yang volumenya kurang atau tidak sesuai kontrak, menurut Uchok, adalah indikasi korupsi yang jamak ditemukan di berbagai daerah.

Menurutnya, dua jenis temuan ini bermula dari proses perencanaan dan penganggaran yang buruk di lembaga eksekutif dan legislatif. Kesalahan berlipat ganda pada pihak legislatif karena setelah proyek berjalan, mereka tidak melakukan pengecekan.

''Seharusnya DPRD yang masuk dulu memeriksa, sebelum BPK. Kalau sudah begini kan mereka yang malu karena dipublikasikan ke publik,'' ujarnya.

Humas Pemko Tebingtinggi, Ahdi Sucipto mengaku belum tahu institusinya mendapat julukan terindikasi paling korup.

''Baru saja selesai BPK mengadakan pemeriksaan di Pemko Tebingtinggi dan tidak ada temuan seperti itu. Namun demikian akan saya kroscek,'' katanya.[ans]

Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Hukum