PT (Persero) Pos Indonesia Wilayah Sumut dan Aceh akan menyalurkan
dana Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) kepada 2.599 rumah tangga sasaran (RTS) mulai hari ini, Sabtu (22/6/2013).
BLSM yang merupakan kompensasi dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) akan disalurkan ke RTS di 14 kelurahan di Kota Medan.
"Untuk tahap awal, penyerahan BLSM masih dilakukan untuk RTS di 14 kelurahan Kota Medan dengan total 2.599 penerima," kata Humas PT (Persero) Pos Indonesia Wilayah Sumut dan Aceh Ahmad Fachruddin Daulay kemarin.
Fachruddin Daulay bilang, dari 14 kelurahan itu merupakan daerah dari dua kecamatan yakni Medan Baru dan Medan Barat.
Penerima terbanyak adalah dari Kecamatan Medan Barat yakni sejumlah 2.100 RTS dan Medan Baru sisanya atau sejumlah 499 RTS.
"Manajemen belum bisa memastikan kapan lagi pencairan dana BLSM ke RTS lainnya, karena PT Pos harus menunggu dan berkoordinasi dengan yang terkait," katanya seperti dilansir Antara Jumat (21/6/2013).
Dia juga belum bisa merinci berapa total RTS dan dana BLSM untuk Sumut dengan alasan datanya belum diterima PT Pos Indonesia secara lengkap.
"Yang pasti mulai Sabtu, dana BLSM itu disalurkan dan manajemen berusaha sebaik mungkin melaksanakan program pemerintah itu," katanya.
PT POS, kata dia, akan menindak petugas yang mempersulit apalagi kalau ada pemotongan karena itu merugikan masyarakat dan merusak nama baik pemerintah sebagai pembuat program.
Terkait penyaluran dana BLSM tersebut, sejumlah pihak diminta untuk tidak dijadikan ajang korupsi. Jika pun terjadi sangat keterlaluan dan layak dihukum mati.
Pengamat ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo meminta semua terkait termasuk masyarakat melakukan pengawalan ketat terhadap dana BLSM itu.
"Meski dana BLSM itu dinilai kurang mendidik masyarakat, tetapi karena itu sudah program pemerintah, maka harus dilaksanakan secara baik dan benar. Penyaluran dana itu harus dikawal," katanya.
Pengawalan mulai melihat apakah dana itu memang tepat sasaran yakni bagi masyarakat yang benar-benar tidak mampu atau berhak dan termasuk juga tidak ada potongan.
"Jangan sampai program itu menjadi ajang kolusi dan korupsi baru di Indonesia. Penyelewengan dana itu bukan hanya merugikan masyarakat tetapi juga pemerintah karena dananya juga dari APBN," kata Wahyu yang dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU) itu. [Ant/Ded]
KOMENTAR ANDA