Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi saat ini memang karena tidak ada pilihan lain. Pemerintah dalam posisi tidak ada pilihan, dan semua dalih penghematan dan untuk subsidi tepat sasaran adalah bohong.
"Bukan untuk menghemat, tapi semata karena untuk salamatkan APBN kita yang defisitnya terlalu tinggi. Kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa APBN 2013 lebih baik? Tidak benar. Sekarang defisit naik dan penerimaan negara turun," terang ekonom senior Faisal Basri, dalam diskusi "BBM Naik, Siapa Tercekik" di Cikini, Jakarta, Sabtu (22/6/2013).
Menurut dia, ada rasa ketidakadilan di tengah masyarakat terutama yang miskin. Hal ini juga sama seperti yang terjadi jauh di luar negeri sana, di Brasil.
"Kenaikan ongkos bus di Brasil timbulkan demonstrasi jutaan orang selama beberapa hari ini karena pemerintahnya tidak efisien dan korup. Lebih banyak keluarkan uang untuk sepakbola," ucapnya sebagaimana disiarkan Rakyat Merdeka Online.
Di Indonesia juga terjadi hal sama. Pemerintahnya korup, pejabat negara lebih banyak "jalan-jalan" ke luar negeri dengan alasan studi.
Dari pemantauannya, sebetulnya masyarakat saat ini bisa menerima kenaikan harga BBM, bahkan bila kenaikan harus dua kali lipat. Masalahnya, masyarakat marah karena semua kesalahan pemerintah ditimpakan kepada rakyat.
"Rakyat tahu, semua harus telan pil pahit. Tapi orang miskin ini menelan pil paling pahit. Kenaikan harga ini pasti mengurangi pendapatan mereka," tegasnya.
Dan yang dia heran pula, Presiden SBY melakukan kesalahan fatal karena ingin tampil "heroik" tiga kali menurunkan harga BBM.
Tiga kali SBY naikkan harga BBM sebenarnya sudah langkah benar. Tapi tiga kali pula dia turunkan kembali. Dan faktanya, SBY tidak pernah mengumumkan kenaikan harga, tapi dia selalu tampil heroik ketika umumkan penurunan harga jelang Pemilu 2009, yang sebenarnya merupakan kesalahan fatal.
"Kalau tidak segeblek itu (menurunkan harga) pada 2008 dan 2009, ya naiknya tidak mungkin segini besar. Dan SBY spesialis umumkan harga turun," sesalnya. [ans]
KOMENTAR ANDA