Konvensi calon presiden Partai Demokrat berbeda dengan konvensi yang pernah dilakukan Partai Golkar pada 2004 lalu.
Tapi, penentu siapa pemenang konvensi diserahkan kepada hasil survei, bukan berdasarkan suara Dewan Pimpinan Daerah (DPD) atau Dewan Pimpinan Cabang (DPC).
"Survei publik yang menentukan rating. Siapapun yang tertinggi akan memenangkan konvensi," ujar Ketua DPP Partai Demokrat Kastorius Sinaga dalam diskusi bertajuk "Siapa yang Ikut Konvensi Partai Demokrat" di Galeri Cafe, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (20/6/2013).
Kastorius mengatakan survei publik kandidat akan dilakukan oleh lembaga independen. Survei dilkukan dalam skala nasional dan daerah mencakup tingkat popularitas dan elektabilitas kandidat.
Lebih lanjut Kastorius mengatakan, selain itu kandidat juga harus memenuhi syarat lainnya, antara lain memiliki sumber daya ekonomi yang besar, memiliki visi yang relevan dengan masa depan Indonesia dan tampilan si kandidat. Apakah komunikatif, termasuk tampan atau tidak. "Pilpres itu pertarungan yang berat. Untuk memenangkan harus dengan empat faktor itu," imbuhnya.
Pertengahan April lalu, Board of Advisor Center for Strategic and International Studies (CSIS), Jeffrie Geovanie, sudah mengusulkan agar konvensi capres Partai Demokrat tak meniru konvensi Golkar atau konvensi seperti di Amerika Serikat. ''Konvensi ala Golkar rawan terhadap politik uang. Sedangkan konvensi ala Amerika bersandar pada primary (pemilihan awal),'' ujar Jeffrie.
Menurut Jeffrie, konvensi ala Amerika (primary) tidak cocok untuk Indonesia, karena, primary umumnya tertutup. Ia menuturkan, pemilih yang ikut primary umumnya hanya anggota partai yang bersangkutan. ''Kalau primary Republik maka anggota partai Demokrat tidak boleh ikut. Hasilnya pasti tidak mencerminkan aspirasi pemilih nasional,'' tuturnya.
Ia berharap konvensi capres yang akan digelar Partai Demokrat memungkinkan semua peserta konvensi melakukan sosialisasi terbuka lewat media massa yang punya jangkuan nasional.[ans]
KOMENTAR ANDA