Indonesian Police Watch (IPW) mendesak Forum Pimpinan Redaksi (Forum Pemred) turun tangan menyikapi aksi brutal aparat terhadap wartawan yang meliput demonstrasi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di 54 kota di Indonesia, sepanjang siang tadi.
"Forum Pemred harus segera bersikap. Represifitas aparat tidak bisa ditolerir. Kerja-kerja wartawan dilindungi Undang-undang," kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane di kawasan Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin (17/6/2013).
Dia mengatakan penanganan polisi terhadap aksi mahasiswa dan elemen masyarakat di Ternate dan Jambi melanggar SOP alias Standar Operasinal Prosedur yang dibuat sendiri oleh polisi. Di dua tempat tersebut aparat langsung menghantam demonstrasi dengan peluru karet sehingga melukai sejumlah wartawan dan belasan peserta demo.
''SOP penanganan demonstrasi harusnya dimulai dengan negosiasi, dalmas, bertameng, watercannon, gas air mata, baru peluru karet. Bukan langsung menghajar pendemo dengan peluru karet," imbuhnya.
Neta menilai secara umum situasi aksi demo menolak kenaikan BBM berlangsung kondusif. Terjadi konflik tapi tidak terlalu besar. Aksi represif aparat yang tidak sesuai SOP, kata dia, perlu segera disikapi Forum Pemred agar kedepan hal seperti itu tidak terjadi lagi.
Untuk itu, IPW sudah mendesak Kapolri mencopot Kepala Polda Jambi Brigjen Satriya Prasetya dan Kepala Polda Maluku Utara Brigjen Machfud Arifin. Keduanya harus bertanggung jawab dan segera menangkap pelaku penembakan karena tindakan tersebut melanggar UU Pers 40/1999 pasal 4 tentang Kebebasan Pers.
"Kalau represifitas polisi menghajar wartawan ini dibiarkan, maka daerah lain akan mencontohnya," ujar Neta. [ans]
KOMENTAR ANDA