Rencana pemerintah SBY-Boediono menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) memperlihatkan bukti kegagalan mereka menyeimbangkan kebutuhan minyak domestik.
Hal ini pun sejalan dengan buruknya pengaturan manajemen energi nasional dan peningkatan produksi minyak nasional yang tidak stabil.
"Defisit energi nasional mencapai angka 40 persen. Masak harus dibebankan kepada rakyat dengan dalih menyesuaikan harga minyak dunia dan penyesuaian postur APBN?" papar Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI}, Twedy Noviady Ginting, Jumat (14/6).
Bila melihat perkembangan harga minyak dunia per Februari 2013 kemarin, kata Twedy sebagaimana disiarkan Rakyat Merdeka Online, harga minyak dunia justru turun di angka 107,4 US Dolar per barel dari harga 115 US Dolar per barel. Menurutnya, harga tersebut akan terus turun seiring dengan melemahnya penjualan ritel di Amerika dan penurunan produksi industri di Eropa.
Namun terlepas dari itu, lanjut Tweddy, pemerintah harusnya mengambil langkah konstruktif dalam melakukan pengaturan manajemen energI nasional secara terpadu. Selain itu perlu dicarikan juga sumber minyak baru, meningkatkan produksi gas sebagai energi alternatif serta memperbaharui kontrak dengan perusahaan minyak asing yang selama ini merugikan Indonesia.
"Kalau kontrak mereka sudah habis, maka pemerintah harus berani menutup operasi mereka di sini. Segera serahkan ke Pertamina agar produksi minyak nasional tetap stabil," tegasnya.
Tweddy juga menyindir tindakan pemerintah yang kerap menjejali masyarakat dengan logika usang melalui penyeimbangan postur APBN. Padahal, masih kata Tweddy, kenaikan BBM hanya akan memperparah kondisi ekonomi rakyat yang tergerus daya belinya. Data dari BPS menunjukkan 30 juta rakyat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan.
"Seharusnya pemerintah memahami itu," terang Tweddy.
Menurut Twedy, dengan menaikkan harga BBM sebetulnya pemerintah SBY-Boediono menjalankan agenda liberalisme untuk memperkuat kekuatan asing masuk ke wiayah Indonesia tanpa bea masuk ke dalam negeri. Agenda itu semakin nyata dengan diadakannya Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Bali pada bulan Oktober 2013 dan pertemuan World Trade Organization (WTO) pada bulan Desember 2013.
Menyikapi persoalan ini, GMNI pun meminta pemerintah SBY-Boediono segera membatalkan rencana menaikkan harga BBM tahun 2013 ini.
"Turunkan SBY-Boediono jika menempuh kebijakan pragmatis menaikan harga BBM di tahun 2013," seru Twedy. [ans]
KOMENTAR ANDA