post image
KOMENTAR
Bekas Ketua Umum PAN, Sutrisno Bachir angkat bicara terkait terkait fakta persidangan yang menyatakan dirinya kecipratan aliran dana dari korupsi proyek alat kesehatan dan perbekalan untuk wabah flu burung tahun anggaran 2006 pada Direktorat Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan.

Menurutnya, dia sudah menanyakan langsung kepada karyawannya di Sutrisno Bachir Foundation (SBF), Yurida Adlaini yang mengakui jika pernah ada transferan duit sebesar Rp 222,5 juta dari Nuki Syahrun ke rekening pribadinya dan perusahaannya senilai Rp1,23 milliar.

"Dia (Yuri) kan hanya menjawab pertanyaan hakim. Hakim tidak tanya itu fee atau bukan. Bahwa iya, transfer, tapi kan transfer kan bisa macam-macam," katanya saat berbincang dengan Rakyat Merdeka Online, Kamis (13/6/2013) malam.

Sutrisno jelaskan, uang-uang itu bukanlah merupakan fee dari proyek Alkes kepada dirinya. Uang itu merupakan pembayaran utang-utang dari Nuki Syahrun ke perusahaannya, yakni PT Selaras Inti Internasional. Utang apa? Sutrisno tak menjelaskannya lebih rinci.

Nuki adalah saudara dari istri Sutrisno. Sementara Yurida merupakan orang kepercayaan Nuki, pegawai PT Heltindo International. Keduanya sama-sama bekerja di SBF. Nuki yang dimintai bantuan oleh Direktur PT Prasasti Mitra, Sutikno untuk mencarikan perusahaan yang memiliki Mobile X-Ray.

Perihal adanya transferan-transferan itu, jelas Sutrisno, sudah diceritakan ke penyidik KPK saat dia digarap sekira 3,5 tahun lalu. Kata Sutrisno, dirinya hanya Komisaris di perusahaan itu. Semua bisnis dijalankan direktur perusahaan.

"Saat itu sebagai Ketua Partai saya sama sekali nggak ada urusan bisnis. Itu perusahaan patungan antara saya dan Edi Yosfi," terangnya.

Lebih lanjut, dia menegaskan tak pernah berurusan dengan proyek Alkes. Kata dia, bisnis yang digelutinya bergerak di bidang real estate dan tambang.

"Makanya saya heran, kok saya sudah nggak jadi ketua partai, sudah nggak pernah muncul, sekali disebut di persidangan jadi heboh. Masih punya nilai berita toh saya?" kata Sutrisno Bachir  sebagaimana disiarkan Rakyat Merdeka Online.

Kasus ini juga menyeret bekas Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar, Ratna Dewi Umar, yang didakwa jaksa menyalahgunakan wewenangnya dalam empat kali pengadaan alat kesehatan kurun waktu 2006-2007.

Pengadaan itu bermasalah lantaran PT Rajawali Nusindo yang ditunjuk langsung justru tidak memiliki alat-alat kesehatan yang dimaksud. Sehingga pengadaannya dilakukan oleh lima perusahaan lain yang salah satunya merupakan PT Prasasti Mitra. [ans]

Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum