Pemerintah dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terjadinya overstay atau melebihi masa tinggal yang terjadi pada tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi.
Demikian ditegaskan Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, pada diskusi bertema "Tragedi KJRI Jeddah, Siapa Bertanggung Jawab" di gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/6/2013).
Sebelum menjelaskan persoalan overstay TKI di Arab Saudi, dia sempat berseloroh menyebut Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyimpan banyak sekali formalin karena masalah TKI tidak pernah selesai di lembaga yang dipimpin Jumhur Hidayat itu.
Persoalan overstay muncul tidak bisa dilepaskan dari kesalahan pemerintah yang selama ini tidak mengawasi keberadaan TKI di sana. Kalau saja pengawasan berjalan, ujar dia, tak akan terjadi overstay.
"Jadi penyebabnya adalah pemerintah, bukan kesalahan dari TKI," tegas Anis.
Menurut dia, sebenarnya pengawasan terhadap TKI bukan pekerjaan sulit. Pengawasan berjalan bila pemerintah mengingatkan agen yang mengirimkan TKI bekerja di Arab Saudi untuk memperpanjang masa kontraknya.
"Faktanya mereka menjadi korban. Di sisi lain majikan menahan dan tak memperpanjang dokumen. Jadi bukan karena ulah TKI. BNP2TKI apa kerjanya?" tanya Anis.
Selain itu, overstay terjadi juga dari warga negara yang umroh di Arab Saudi. Jumlah mereka mencapai 28 persen dari seluruh kasus. Untuk persoalan ini adalah ranah Kementerian Agama di bawah Suryadharma Ali.
"Kan bisa ketahuan mereka pulangnya. Tapi kenyataannya justru terjadi overstay," demikian Anis.
Dia pun bertanya ke DPR sejauh mana pengawasan selama proses amnesti TKI berjalan.
"Jangan ada korban baru bergerak." tegasnya.
Dia katakan, Kaukus Parlemen Asia akan mendesak Arab Saudi untuk menghapuskan sistem kafalah (semua TKI harus mendapat surat persetujuan dari majikan untuk mendapat surat keluar) yang sangat merugikan tenaga kerja dari berbagai negara, khususnya Indonesia.
"Ke depan kita harap sistem kafalah dihapuskan," ucapnya. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA