post image
KOMENTAR
Kepergian Taufiq Kiemas, yang disebut-sebut sebagai negarawan di era kekinian, karena berhasil merangkul hampir semua golongan dan kelompok di Indonesia, meninggalkan beberapa pertanyaan terkait dengan sikap politik PDI Perjuangan di masa-masa mendatang.

Selama ini, di tubuh PDI Perjuangan, Taufiq Kiemas dinilai sebagai penyeimbang otoritas sang Ketua Umum, yang tidak lain adalah istrinya sendiri, Megawati Soekarnoputri. Tak heran bagi sementara kalangan, juga bagi sebagian di internal PDI Perjuangan, dikenal ada kubu Taufiq Kiemas, di samping kubu Megawati.

Taufiq pun dinilai sebagai pemecah karang kebuntuan politik antara Megawati dan SBY. Secara kasat mata, Megawati dan SBY bisa bertemu, di antaranya karena panggung yang dipersiapkan oleh Taufiq Kiemas.

Sepeninggal Taufiq Kiemas, muncul asumsi dan juga prediksi, sikap banteng moncong putih ini akan semakin garang terhadap berbagai kebijakan pemerintah, terutama yang dinilai akan menyusahkan wong cilik. Ini bisa terjadi karena benteng sang banteng itu telah tiada.

Di saat yang sama, sikap-sikap politik PDI Perjuangan juga akan semakin mengejutkan. Terlebih lagi, berdasarkan hasil survei, posisi PDI Perjuangan berada di atas angin, dan hanya bisa diimbangi oleh Partai Golkar. PDI Perjuangan akan benar-benar memainkan peran oposisinya dengan lebih keras dan tegas.

Namun ada juga asumsi lain. Sikap politik PDI Perjuangan tidak akan banyak berubah. Sebab faktanya, selama ini, kubu Taufiq Kiemas juga tidak terlalu berpengaruh signifikan. Artinya, pernyataan-pernyataan Taufiq Kiemas yang coba mempengaruhi sikap politik PDI Perjuangan, tidak menemukan aplikasinya di tingkat kebijakan partai.

Di antara contoh yang menguatkan asumsi tersebut adalah fakta soal Pilkada DKI Jakarta, posisi di kabinet, kasus Century dan juga kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Dalam Pilkada DKI Jakarta, ketika nama Jokowi mencuat untuk menjadi calon gubernur, Taufiq Kiemas langsung menolak pencalonan Jokowi. Menurut Taufiq Kiemas, Jokowi lebih baik merampungkan tugas di Solo sebagai walikota. Apalagi Jokowi juga dinilai belum menguasai kondisi Jakarta.

Langkah Taufiq Kiemas bukan sekadar "menjegal" Jokowi sejak awal, melainkan juga langsung mengusulkan agar PDI Perjuangan mendukung calon incumbet Fauzi Bowo. Menurut Taufiq, calon yang harus diusung oleh PDI Perjuangan adalah calon yang benar-benar menguasai persoalan di DKI Jakarta, dan itu orangnya adalah Fauzi Bowo.

Selasa (13/3/2012) lalu, Taufiq Kiemas mengatakan, posisi PDI Perjuangan lebih baik mengusulkan Cawagub, apalagi kursi PDI Perjuangan di DPRD DKI cuma 11 kursi. Siapa Cawagub tersebut? Ketika itu Taufiq berkilah bahwa Cawagub dari PDI Perjuangan sangat banyak, dan dia segan bila diungkap ke publik.

Namun besoknya Rabu, (14/3/2012), Taufiq mulai blak-blakan.

Dia mengajukan nama anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Adang Ruchiatna, sebagai sosok yang pantas untuk mendampingi Foke, panggilan akrab Fauzi Bowo. Selain mengaku sudah berkomunikasi dengan Foke, Taufiq memastikan bahwa Adang adalah orang handal, sudah lama menjadi warga Jakarta, dan seorang perwira TNI yang bisa melengkapi posisi Foke yang mewakili unsur sipil.

Fakta politiknya, Jokowi lah yang menjadi calon Gubernur DKI Jakarta. Perlu juga digarisbawahi, saat pemungutan Pilkada DKI Jakarta putaran pertama, Taufiq Kiemas menggunakan baju biru di saat semua orang PDI Perjuangan menggunakan baju kotak-kotak. Bagi sebagian orang, ini sinyal politik Taufiq Kiemas. Namun akhirnya Jokowi, yang didampingi Ahok, yang memenangkan pertarungan.

Begitu juga soal soal kabinet. Saat itu, Taufiq disebut-sebut pihak yang selalu mau merapat pada SBY. Saat menyusun kabinet dan juga reshuffle kabinet, sempat beredar kabar bahwa PDI Perjuangan akan masuk kabinet. Nama Puan Maharani pun menjadi salah satu kader PDI Perjuangan yang mau dimasukkan dalam kabinet. Namun skenario memasukkan PDI Perjuangan ke dalam kabinet ini gagal.

Sikap politik Taufiq juga berbeda dengan kader PDI Perjuangan yang selama ini dinilai loyal dan menjadi penyambung lidah Megawati Soekanoputri di Senayan. Sebut saja soal kasus Century.

Saat hampir seluruh anggota Fraksi PDI Perjuangan mengajukan hak angket Century, dengan alasan karena posisi sudah di MPR, Taufiq bukan termasuk yang menandatangani angket tersebut. Bahkan dia mengusulkan, agar sebelum angket bergulir, lebih baik semua pihak menunggu hasil laporan Badan Pemerika Keuangan (BPK). Kebijakan partai membuktikan, angket Century tetap jalan.

Begitu juga soal bahan bakar minyak (BBM) di tahun 2012. Sikap Taufiq Kiemas tidak "segalak" kader PDI Perjuangan lainnya. Taufik hanya memastikan bahwa menaikkan harga BBM atau tidak, keduanya sangat beresiko. Dan fakta politiknya menunjukkan, PDI Perjuangan tetap menolak kenaikan harga BBM.

fakta-fakta inilah yang menjadi sandaran asumsi bahwa pengaruh Taufiq Kiemas selama ini juga tidak terlalu signifikan di tingkat kebijakan partai.

Tentu saja, waktu yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan di awal ini. Sejarah akan mencatat, apakah sepeninggal Taufiq PDI Perjuangan akan semakin garang, atau tetap sama saja. [ans]

Tulisan asli prediksi ini bisa dilihat di www.rmol.co

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa