post image
KOMENTAR
Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Sumatera Utara, Faisal Akbar Nasution yakin surat nomor 26/tuada pidana/V/2013 tentang pidana politik yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA) masih akan memunculkan pro dan kontra.

Sebab, dalam surat tersebut MA hanya masih mengeluarkan definisi yang multi tafsir dengan menyebutkan pengecualian karena alasan politik adalah orang yang memperjuangkan keyakinan politik, yang memiliki tujuan kebaikan masyarakat banyak dan dilakukan tanpa menggunakan kekerasan atau menggunakan senjata.

Menurut, Faisal, definisi ini masih bisa ditafsirkan secara berbeda oleh masing-masing pihak menurut kepentingannya masing-masing. "Masih bersifat pro kontra," katanya Jumat (7/6/2013).

Untuk itu kata Faisal, dalam memutuskan status beberapa bakal calon legislatif (bacaleg) yang berpolemik seputar klasifikasi status tahanan politik tersebut, KPU sebaiknya mengacu pada substansi perkaranya saja.

Menurutnya, demonstrasi maupun penyampaian aspirasi melalui lembaga politik merupakan hak politik bagi setiap warga negara. Akan tetapi, jika penyampaian hal tersebut dilakukan dengan tindakan lain seperti pengerusakan, pelemparan yang mengakibatkan orang mengalami cacat atau luka bahkan meninggal dunia, maka hal tersebut bukan masuk kategori tindak pidana politik.

"Kalau demo di kedutaan negara asing lalu ditangkap, maka itu merupakan pidana politik, namun kalau dilakukan dengan pelemparan dan pemaksaan lainnya, maka itu pidana murni," ia mencontohkan.

Menurutnya hal yang sama juga berlaku dalam aksi demonstrasi pembentukan Provinsi Tapanuli tahun 2009 lalu. Sehingga, KPU harus melihat kasusnya secara keseluruhan.

"Demonstran pembentukan Provinsi Tapanuli (protap) menyuarakan kepentingan masyarakat banyak, namun bagaimana cara dan dampaknya, untuk itu harus dilihat secara keseluruhan," jelasnya.

Hal senada disampaikan oleh Nuriono, Sekretaris Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan (PUSPA). Untuk mengakhiri polemik seputar klasifikasi tahanan politik bagi beberapa bacaleg yang pernah dipidana dalam kasus demo protap, ia meminta agar KPU kembali melihat putusan hakim Pengadilan Negeri Medan.

"Lihat saja putusannya, apakah dalam putusan atau pertimbangan disebutkan kejahatan politik atau hak warga negara. Kalau tidak ya jangan sebutkan kejahatan politik," pungkasnya. [ded]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa