Yayasan Pusaka Indonesia melalui Koordinator Divisi Anak dan Perempuan Mitra Lubis SH dan Riki Irawan, SH memprotes keras atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar yang memvonis anak berusia 11 tahun selama 66 hari (2 bulan 6 hari) karena terbukti telah melanggar tindak pidana pencurian sesuai pasal 363 ayat 1 ke 4 e KUHPidana juncto pasal 4 Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Rabu (5/6/2013). Ironisnya, teman terdakwa yang berusia 16 tahun juga divonis serupa, sebelumnya Jaksa Penutut Umum menuntut terdakwa 3 bulan penjara.
''Putusan ini menunjukkan bahwa Polisi, Jaksa, Hakim sama sekali belum memahami proses peradilan anak, kapan anak bisa di dihukum pidana penjara dan kapan anak yang hanya boleh diambil upaya tindakan sesuai pasal 24 UU No. 3 Tahun 2007 tentang Pengadilan Anak,'' kata Riki dalam siaran persnya yang diterima MedanBagus.Com, sesaat lalu Sabtu (7/6/2013).
Riki Irawan menambahkan, satu hal yang sangat penting dan ini terabaikan Polisi, Jaksa dan Hakim adalah tidak mempertimbangkan putusan MK tertanggal 24 Februari 2011 yang memutuskan bahwa batas bawah usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum adalah 12 tahun.
Dalam putusan ini para penegak hukum melangggar hukum. Tidak saja UU, tetapi juga konstitusi.
''Ini bertentangan, seharusnya, jika usia belum 12 tahun maka vonisnya dikembalikan ke orang tua, menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja atau diserah kepada Departemen Sosial atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dibidang penidikan pembinaan dan latihan kerja sesuai Undang-undang Pengadilan Anak,'' tegas Riki Irawan.
Dipertegas lagi dalam pasal 5 disebutkan, anak dibawah 12 tahun (sebelumnya 8 tahun) melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, dikembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh untuk dibina.
''Jika tidak bisa, maka penyidik menyerahkan kepada Depsos setelah mendengar pertimbangan dari pembimbing kemasyaratan.''
Menurut dia, munculnya vonis penjara terhadap anak dibawah umur ini telah mencoreng aparat penegak hukum, mestinya juga Bapas Kumham dengan kewenangan litmasnya mengingatkan polisi, Dinas Sosial mengambil alih tugas polisi sesuai ketentuan UU.
''Semoga kasus ini membuka mata Kapolri, Kajagung, Ketua MA, Menkumham dan Mensos bahwa petugasnya belum memahami perlindungan anak," jelas Riki.
Seperti diberitakan sebelumnya, kedua bocah ini didakwa mencuri ponsel dan laptop milik seorang mahasiswi. Peristiwa itu terjadi sekitar bulan Maret 2013 lalu. Keduanya sempat melarikan diri, tapi akhirnya tertangkap dan dipenjarakan aparat Polres Pematangsiantar pertengahan April lalu. [ans]
KOMENTAR ANDA