Sikap zig-zag politik kembali ditunjukkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam menyikapi rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kekompakan koalisi parpol pendukung SBY yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan terlihat pecah karena PKS dengan tegas menolak rencana kenaikan harga BBM.
Menurut pengajar komunikasi politik dari Universita Indonesia (UI), Ari Junaedi, strategi komunikasi politik yang sedang dibangun PKS ini tidak terlepas dari belitan kasus korupsi para elitnya. Ada kesan, PKS ingin memulihkan citranya sebagai partai yang santun, bersih serta peduli dengan rakyat miskin. Salah satunya adalah dengan menolak kenaikan harga BBM walau ternyata Dewan Syuro PKS dan para menteri asal PKS di kabinet malah mendukung sikap pemerintah ini.
"Menurut saya, sebaiknya PKS melalukan investasi politik jangka panjang yakni terus menggelorakan penolakan pada kenaikkan harga BBM dan sekaligus menarik para menterinya di kabinet. Strategi ini akan dilihat masyarakat sebagai kesatuan utuh alias satu paket penolokkan harga BBM. Cuma, apa mau PKS melakukan itu mengingat tiga portofolio menteri tersebut pasti akan menjadi incaran parpol lain ?" kata Ari Junaedi sesaat lalu, Jumat (7/6/2013).
Menurut peraih doktor komunikasi politik berkat penelitiannya tentang pelarian politik tragedi 1965 di mancanegara ini, sikap plin-plan yang ditampilkan PKS seirama dengan sikap SBY yang tidak tegas. Padahal sebagai peraih suara terbanyak di Pemilu lalu, SBY harusnya firm dan tegas me-reshuffle kabinetnya jika ada menteri yang sikap partainya mbalelo terhadap kebijakan pemerintah.
"Sikap SBY yang santun, soft, tidak mau menciptakan musuh, tidak tegas, bimbang dan lebay menurut istilah anak sekarang, membuat PKS merasa nyaman melancarkan strategi bermuka dua. PKS sangat diuntungkan dengan sikap SBY karena SBY tidak berani menggusur Tifatul Sembiring, Suswono dan Salim Segaf Al Jufri dari kabinet," urai Ari Junaedi sebagaimana disiarkan kepada Rakyat Merdeka Online. [ans]
KOMENTAR ANDA