Ada beberapa dokumen yang didapatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari mantan mantan Menteri Keuangan dan Ketua Komisi Stabilitas Sistem Keuangan yang kini berkantor di World Bank, Sri Mulyani Indrawati.
Dokumen-dokumen itu berisi data-data baru yang terkait kasus dana talangan ke Bank Century dan didapatkan sewaktu pemeriksaan terhadap Sri Mulyani di Washington DC, Amerika Serikat beberapa waktu lalu. Dokumen penting itu belum pernah terungkap ke publik.
Ketua KPK, Abraham Samad juga menuturkan keterangan dari Sri Mulyani itu bernilai sempurna untuk membongkar kasus Century lebih luas. Termasuk untuk menyeret aktor intelektual di kasus aliran dana talangan Rp6,7 triliun itu.
"Tapi keterangan ini akan menjadi keterangan yang sangat berguna kalau didukung keterangan tersangka Budi Mulya. Keterangan ini bisa membongkar pelaku intelektualnya," kata Samad di kantor KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan Senin, (27/5/2013).
Samad memang tak menjelaskan siapa intelektual yang dimaksud. Tapi, melalui laporan investigasi Bank Century yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2009 disebutkan bahwa pada tanggal 14 November 2008 Bank Indonesia yang kala itu dipimpin Boediono (kini menjabat Wakil Presiden) memaksa untuk mengubah persyaratan Capital Adequacy Ratio (CAR) untuk mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek menjadi "positif" saja. Kebijakan ini tentu saja diduga kuat dipaksakan hanya untuk melegalkan syarat pengucuran FPJP bagi Bank Century.
Padahal, ada fakta bahwa posisi CAR Bank Century pada tanggal 31 Oktober 2008 telah berada pada titik negatif 3,53 persen. Dengan demikian, bahkan menurut peraturan baru itu pun, seharusnya Bank Century tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP.
Selain itu, BPK juga menemukan bahwa sebagian jaminan FPJP yang disampaikan Bank Century senilai Rp 467,99 miliar nyata-nyata tidak secure. Namun demikian, Boediono tetap berbaik hati merestui permintaan FPJP yang diajukan Bank Century.
Juga pada malam hari, 20 November 2008, Boediono menandatangani surat bernomor 10/232/GBI/Rahasia tentang Penetapan Status Bank Gagal PT Bank Century Tbk. dan Penanganan Tindak Lanjutnya. Di dalam surat itu, antara lain, disebutkan bahwa salah satu cara untuk mendongkrak rasio kecukupan modal Bank Century dari negatif 3,53 persen (per 31 Oktober 2008) menjadi positif 8 persen adalah dengan menyuntikkan dana segar sebagai Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp 632 miliar.
Surat itulah yang kemudian dibahas dalam "rapat konsultasi" Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang dihadiri sejumlah pemangku kebijakan moneter dan keuangan serta berlanjut dalam Rapat KKSK pada subuh 21 November 2008.
Sikap ngotot Boediono dapat ditelusuri dari transkrip rekaman pembicaraan dalam rapat konsultasi dan dokumen resmi notulensi rapat konsultasi yang beredar luas di masyarakat pada akhir tahun 2009. Menurut Boediono, selain harus dinaikkan statusnya menjadi “Bank Gagal yang Berdampak Sistemik”, Bank Century juga perlu dibantu dengan dana segar sebesar Rp 632 miliar untuk mendongkrak rasio kecukupan modal menjadi positif 8 persen.
Menyikapi presentasi Boediono, Sri Mulyani mengatakan bahwa reputasi Bank Century selama ini, sejak berdiri Desember 2004 sebagai hasil merger Bank Danpac, Bank CIC, dan Bank Pikko, memang sudah tidak bagus. Lalu Sri Mulyani meminta agar peserta rapat yang lain memberikan komentar atas saran Boediono.
Walau tidak disetujui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), Boediono bertahan pada pendapatnya. Dan pada akhirnya ia memenangkan pertarungan dalam Rapat KSSK yang hanya dihadiri dirinya sebagai anggota, Sri Mulyani sebagai ketua dan Raden Pardede sebagai sekretaris.
Sebelumnya, Abraham juga menegaskan adanya peran Wakil Presiden Boediono dalam pemberian FPJP ke Bank Century pada 2008.
"Kalau peran, Pak Boediono pastilah ada dalam pemberian FPJP. Selaku Gubernur Bank Indonesia yang tentunya tahu, tentu mengerti soal pemberian FPJP," ujar Abraham suatu waktu sebagaimana disiarkan Rakyat Merdeka Online. [ans]
KOMENTAR ANDA