Kebijakan Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib yang melarangan perempuan dewasa menarikan Tari Seudati sudah memasuki tahap intervensi yang terlalu jauh terhadap seni dan privasi.
Hal itu disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Nurul Arifin di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senin (27/5/2013).
"Larangan itu bertentangan dengan pasal 10 UU 18/2001 tentang otonomi khusus Aceh. Pasal 10 UU No.18/2001 mengatur bagaimana adat dan budaya dipertahankan untuk menyatukan masyarakat," kata mantan anggota Komisi II DPR RI itu seperti yang dilansir Antara.
Menurut Nurul, kebijakan ini bertentangan dengan pasal 10 UU No.18/2001, larangan tersebut bisa menghancurkan tradisi dan kebudayaan masyarakat Aceh.
"Sekaligus menunjukan betapa perempuan akan terkurung dalam kapitalisasi kekuasaan Bupati. Persaingan Perda yang hanya merepresi perempuan. Sekali lagi perempuan menjadi korban politik dan memperlihatkan wajah politik yang maskulin," kata Nurul yang saat ini duduk di Komisi I DPR RI.
Nurul menilai, kebijakan Bupati Aceh Utara yang melarang perempuan Aceh menarikan tari Seudati itu karena ingin meniru kebijakan larangan duduk mengangkang yang diterapkan oleh Walikota Lhoksumawe.
"Tentu tak bisa disamakan karena ini kebijakan yang bisa menggantung tradisi. Ini adalah budaya masyarakat. Apakah kebijakan larangan yang diterapkan oleh Bupati akan melarang juga tarian sebagai tradisi dan kebudayaan masyarat tersebut," ujar dia. [ant/hta]
KOMENTAR ANDA