Kepolisian Daerah Sumatera Utara menargetkan 12 pejabat di Sumut sebagai tersangka dalam kasus korupsi. Langkah Poldasu tersebut dinilai terlalu mengumbar alias lebay.
"Lebih baik mereka bekerja saja, tak perlu diumbar ke publik," ujar Direktur Citra Keadilan, Hamdani Harahap saat berbincang dengan MedanBagus.Com, akhir pekan lalu.
Hamdani mengatakan, memang hak Polda dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka. Namun sebaiknya tidak perlu diumbar ke publik apalagi diumumkan lewat konfrensi pers.
Pengacara senior itu membandingkan cara kerja Polda dengan KPK yang tidak mau memberikan informasi terhadap kasus-kasus yang tengah diselidik. "Tiba-tiba saja, sudah datang ke Sumut dan menangkap Bupati Madina," ujar pengacara senior tersebut.
Dia justru khawatir, pengumuman yang disampaikan Polda itu bisa jadi bumerang karena masyarakat selama ini menganggap Polda sering bermain mata dengan pelaku korupsi.
"Kecenderungan Polda pilih kasih dalam menangani kasus korupsi sudah sering kita dengar. Kasus Bansos misalnya. Polda tidak berani menyentuh pejabat eksekutif dan legislatif yang, namanya sudah jelas ada dalam BAP terdakwa Imom Saleh Ritonga dan Aidil Agus," ujarnya.
Yang dimaksud Hamdani adalah kasus korupsi dana Bansos dimana fakta di BAP terdakwa Imom Saleh Ritonga dan Aidil Agus soal pemberian fee kepada anggota 5 anggota DPRD Sumut antara 40-60 persen.
"Korupsi Bansos terjadi akibat adanya konspirasi jahat antara yang berkuasa di Jalan Imam Bonjol (DPRD) dan Diponegoro (Kantor Gubernur)," jelas Hamdani.
Diketahui, Direktur Reskrimsus Polda Sumut, Kombes Pol Sadono Budi Nugroho beberapa waktu lalu mengumumkan akan menetapkan 12 orang yang diduga kuat terlibat praktik korupsi di sejumlah daerah di Sumut sebagai tersangka dan ditahan.
Namun, Sadono enggan menyebutkan identitas para tersangka. Hal itu untuk mengantisipasi mereka kabur. "Nanti dulu. Bisa saja kabur kalau kita kasih tau sekarang. Yang jelas, mereka akan kita periksa dulu, kemudian langsung kita tahan," sebut Sadono. [ded]
KOMENTAR ANDA