PT Freeport Indonesia dituding mengabaikan keselamatan kerja dengan membiarkan para karyawan mengikuti pelatihan peningkatan kapasitas K3 (Kesehatan dan Kesehatan Kerja) di lokasi yang tidak sepenuhnya aman yakni ruang kelas bawah tanah area terowongan Big Gossan, Mimika, Papua, Selasa (14/5/2013) lalu.
Akibat pembiaran itu sebanyak 38 pekerja Indonesia menjadi korban ambruknya ruang kelas yang sudah diduga berisiko runtuh, sehingga membuat lebih 20 orang meninggal namun sebagian masih berada dalam timbunan reruntuhan alias longsor.
Sementara itu, belasan pekerja yang terevakuasi kini mengalami perawatan intensif baik di Rumah Sakit Premier, Bintaro, Tangerang, Banten maupun di RS Tembagapura, Mimika yang difasilitasi PT Freeport Indonesia.
''Banyaknya korban ini jelas mengindikasikan suatu pengabaian yang sulit diterima akal sehat, sebab perusahaan sama sekali tidak mempertimbangkan faktor K3 untuk wajib diproritaskan kepada karyawan, apalagi mengingat kondisi ruang bawah tanah tidak layak digunakan,'' ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR RI yang antara lain membidangi pengawasan ketenagakerjaan, Irgan Chairul Mahfiz, Rabu, (22/5/2013).
Menurutnya, sebagaimana disiarkan Rakyat Merdeka Online, ruang bawah tanah seperti itu tidak seharusnya difungsikan untuk kegiatan apapun termasuk sebagai sarana pelatihan, karena sewaktu-waktu dapat menimbulkan kerugian besar utamanya bagi karyawan.
"Kenapa tidak ditutup saja sejak lama sekaligus dinyatakan bahwa ruangan itu terlarang untuk aktivitas para karyawan," tegas politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Ia juga menilai aneh, perusahaan tambang raksasa internasional asal Amerika Serikat, itu justru tidak bersikap hati-hati dalam mengantisipasi terabaikannya aspek K3 terhadap karyawannya sendiri.
Selanjutnya, atas peristiwa serius dan menyebabkan kerugian nyawa ataupun korban cukup banyak, Irgan mengharapkan pemerintah secepatnya tanggap membentuk tim investigasi guna mencari fakta sesungguhnya, apakah pengabaian yang dibuat PT Freeport Indonesia merupakan kekeliruan biasa ataukah tidak.
''Jika ada fakta-fakta untuk dilanjutkan secara hukum maka PT Freeport harus mendapatkan konsekuensi hukum, di samping menetapkan sejumlah ganti rugi yang memadai bagi para korban dan keluarganya,'' jelasnya.
Karena itu, tambah Irgan, pemerintah pusat perlu segera memanggil pihak manajemen PT Freeport terkasus kasus nahas itu untuk meminta tanggungjawab secara penuh, bahkan tak dipungkiri dengan memberi teguran keras berikut sanksi akibat kelalaiannya itu. [ans]
KOMENTAR ANDA