Penilaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang dinilai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bukan jaminan pemerintah Kota/Kabupaten tersebut tidak korupsi. Karena opini WTP yang diberikan hanya menilai tata kelola keuangan yang dinilai baik, bukan berarti benar.
Demikian disampaikan Ketua BPK Pusat Hadi Purnomo di VIP room Bandara Polonia Medan, Selasa (21/5/2013).
Ketua BPK Pusat ini datang ke Kota Medan dalam rangka kunjungan kerjanya di Sumatera Utara. Di Bandara Polonia Ketua BPK diterima Pelaksana tugas (Plt) Walikota Medan Dzulmi Eldin S MSi, Ketua BPK Perwakilan Sumut Muktini SH, Kepala Inspektoran Provinsi Sumatera Utara Ir Diaili Azwar, Kepala Inspektorat Kota Medan Drs Farid Wajedi, serta para pejabat BPK Perwakilan Sumatera Utara lainnya.
Diakatakannya, pengauditan tata kelola keuangan Pemerintan Kota/Kabupaten yang dilakukan secara sampling dan tidak dilakukan secara keselurahannya, mengingat waktunya tidak ada.
Sementara untuk pemerintah Kota Medan, penilaian tata kelola keuangannya pada 2011 oleh BPK diberikan opini penilaian WTP, sedangkan untuk 2012 belum tahu masih dalam proses.
"WTP tidak menjamin tidak ada korupsi bisa terjadi, karena WTP hanya tata kelola keuangannya baik. baik bukan berarti benar, karena kalau benar semuanya harus di audit, dan Kota Medan pada 2011 diberikan penilaian opini WTP, untuk 2012 masih dalam proses," ujar Hadi Purnomo.
Menurutnya, untuk meningkatkan mutu kualitas audit BPK, maka samplingnya harus dinaikkan.
"Kalau bisa populasi semuanya kita audit supaya nantinya BPK bisa mendeteksi kecurangan, tetapi dengan adanya kerjasama yakni dengan adanya link and match antara Kota/Kabupaten dengan BPK, sehingga data-data yang diperlukan dapat langsung diterima BPK, sehingga para pemeriksa BPK akan bisa memeriksa laporan keuangan di meja pemeriksa atau kita kenal dengan desk-audit," jelas Hadi Purnomo.
Ditambahkannya, dengan adanya link and match ini setiap hari pemeriksa BPK melihat apakah ada hal-hal yang tidak benar, bila terjadi hal yang sudah merah atau terjadi perbedaan, pemeriksa BPK akan mengirim surat kepada pemerintah Kota/Kabupaten untuk menanyakan perbedaan-perbedaan tersebut dan dimana letaknya.
"Ini dinamakan konfirmasi atau corespondensi-audit. Bila hal ini mendapat jawaban dari pemerintah Kota/Kabupoaten maka permeriksa akan mengecek apakah jawaban sudah cukup wajar diterima, bila wajar, pemeriksa tidak akan datang lagi, bila ini tidak wajar diterima maka pemeriksa akan datang ke lapangan ayau namanya field-audit"
“Jadi dalam hal ini ada tiga tahapan yakni desk-audit, corespondensi-audit dan field-audit. Ini merupakan tahapan yang akan dilakukan BPK, dan kerjasama ini pemerintah Kota/Kabupatan sudah berjalan. Semua perjalanan dinas pemerintah Kota/Kabupaten bisa diteliti dengan full-audit dengan cepat karena data-data telah dipunyai," ungkap Hadi Purnomo. [ded]
KOMENTAR ANDA