Sedikitnya ada delapan poin yang disampaikan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan untuk Walikota Nonaktif Rahudman Harahap.
Poin itu disampaikannya dalam perbincangan dengan MedanBagus.Com, akhir pekan lalu. Berikut poin-poin tersebut:
1. Jangan Politisir SK penonaktifan dirinya sebagai Walikota Medan.
2. Jika Rahudman Keberatan, silakan gugat Kemendagri.
3. Mempersoalkan istilah "Plt" itu tidak relevan, dan mengindikasikan Rahudman sebagai pamong tidak paham undang-undang.
4. Istilah Plt, hanya bahasa yang sering digunakan di koran, sementara dalam bahasa administrasi yang digunakan Kemendagri adalah istilah; yang melaksanakan tugas (YMT). Dan istilah itu berlaku pada seluruh SK yang dikeluarkan Kemendagri tentang penonaktifan kepala daerah di Indonesia, termasuk ketika Gatot Pujo Nugroho menggantikan Gubernur Syamsul Arifin.
5. Sebagai Abang, bilang agar sama Rahudman agar beliau ikhlas. Ini untuk kebaikan masyarakat Medan.
6. Sebagai Abang, bilang sama Rahudman agar fokus dulu ke masalah hukumnya. Jangan pegang urusan pemerintahan dulu.
7. Sebagai Ketua Pamong Praja Kota Medan, sebaiknya Rahudman menjadi pamong yang baik yang taat pada hukum dan perundang-undangan.
8. Jika tak berbukti bersalah, Rahudman akan jadi walikota Medan lagi.
Diketahui, Mendagri memberhentikan sementara Rahudman sebagai walikota melalui surat nernomor 131.12/2916/2013 tertanggal 10 Mei 2013. Dia diberhentikan setelah menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi dana tunjangan penghasilan pemerintahan aparatur desa atau TPPAD di Kabupaten Tapanuli Selatan yang merugikan negara Rp1,5 miliar.
Akan tetapi Rahudman tidak mengakui keberadaan Wakil Walikota Medan Dzulmi Eldin sebagai pelaksana tugas (plt) walikota. Dasar keberatan Rahudman karena tidak ada kata-kata "plt" dalam SK Mendagri tersebut. [rob]
KOMENTAR ANDA