post image
KOMENTAR
MBC. Peningkatan utang pemerintah Indonesia hingga mencapai Rp2.023,72 triliun per April 2013 menggambarkan betapa tidak terjadi perubahan dalam kebijakan ekonomi pemerintah selama kurang lebih 9 tahun Presiden SBY berkuasa.

Peningkatan utang terutama terjadi karena pemerintah tidak pernah memiliki niat serius untuk benar-benar keluar dari jebakan utang, meskipun berkali-kali Presiden SBY berjanji akan mengurangi pembiayaan dengan menggunakan utang.

Begitu disampaikan Ketua Koalisi Anti Utang (KAU), Dani Setiawan, Jumat (17/5/2013).

"Akibatnya secara langsung dapat dilihat dari besarnya beban pembayaran utang di dalam APBN. Terbatasanya ruang fiskal pemerintah yang diakibatkan oleh besarnya beban pembayaran utang menyebabkan anggaran negara tidak mampu menanggung beban untuk melaksanakan amanat Konstitusi," tegas Dani sebagaimana disiarkan Rakyat Merdeka Online.

Merujuk data Kementerian Keuangan, Dani mengatakan rencana pembayaran utang pemerintah pada tahun anggaran 2013 mencapai Rp299.708 triliun, atau sekitar 17,7 persen dari total belanja negara tahun 2013 menunjukkan APBN tidak pro Konstitusi.

Sebab tegas diamanatkan UUD 1945, kebijakan anggaran negara harus ditujukan untuk melaksanakan agenda-agenda ekonomi kerakyatan, seperti penyediaan lapangan pekerjaan, kesehatan, pendidikan, perlindungan fakir miskin, dan peningkatan kapasitas ekonomi rakyat, seperti koperasi.

Lebih lanjut Dani, peningkatan jumlah utang pemerintah juga menyebabkan kinerja perekonomi nasional, terutama yang berasal dari pendapatan ekspor dan penerimaan negara dalam APBN, akan habis digunakan untuk melayani pihak asing dalam bentuk pembayaran utang.

Bahkan dengan semakin meningkatnya jumlah utang pemerintah dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN), APBN terus-menerus dialokasikan untuk pembayaran utang dalam jumlah yang besar kepada pihak korporasi dan pihak asing pemilik surat berharga.

"Jika hal ini dibiarkan, sama saja pemerintah sedang memperpanjang beban penderitaan rakyat," tegas dia.

Karena itu menurut Dani, rencana pemerintah untuk menurunkan rasio utang hingga 22 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun depan bukanlah prestasi yang patut dibanggakan.

Sebab potensi krisis yang bersumber dari peningkatan beban utang pemerintah tidak bisa semata-mata diselesaikan dengan mengurangi rasio utang terhadap PDB. Sosialisasi terus-menerus terhadap langkah ini merupakan langkah sistematis pemerintah untuk menutupi beban riil utang yang terus membesar.

"Menghentikan ketergantungan terhadap utang selaras dengan tujuan untuk mencegah intervensi dan dominasi pihak asing dalam perekonomian nasional dan meningkatkan kemandirian serta kemampuan rakyat Indonesia untuk berpartisipasi dalam seluruh kegiatan perekonomian nasional dengan dukungan anggaran yang besar dari pemerintah," beber Dani.[ans]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi