Bukan cuma orang dewasa yang bisa terkena kanker. Anak-anak pun tak luput dari penyakit paling ditakuti ini. Jenis kanker yang paling sering ditemukan pada anak, adalah leukemia atau kanker darah.
Setiap tahun, sekitar 3.000 anak berusia 15 tahun ke bawah terdiagnosa menderita leukemia. Tingginya angka penderita leukemia membuat orangtua khawatir. Kanker darah ini terjadi ketika sum-sum tulang memproduksi sel darah putih (leukosit) secara berlebihan.
Sebagian sel darah putih itu berubah sifat menjadi ganas. Akibatnya, sel darah putih yang seharusnya menjadi tentara untuk melindungi tubuh, justru menekan trombosit (keping darah) dan eritrosit (sel darah merah). Karena mengalir bersama darah, sel darah putih menyebar termasuk ke otak, gusi, kulit, tulang, hati, limpa dan testis. Serangan sel darah putih yang mengganas itu bisa dilihat sebagai gejala.
Dokter Ahli Kandungan dan Kebidanan dari Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Erwinsyah Harahap mengatakan, leukemia adalah penyakit yang disebabkan karena jumlah sel darah putih (leukosit) yang berlebihan.
“Sel darah putih akan memakan sel darah merah yang bertugas membawa oksigen ke seluruh tubuh dan keping darah yang berperan dalam proses pembekuan darah,” jelas Erwinsyah saat media edukasi Bank Darah Tali Pusat di Jakarta, Rabu (15/5/2013).
Menurutnya, penyakit leukemia tak mengenal usia. Kebanyakan penderita adalah anak-anak. Di Indonesia, ada sekitar 60 persen penderita leukemia sudah memasuki stadium lanjut.
Dia menyarankan, orangtua untuk mewaspadai gejala penyakit tersebut sejak masa kecil anak. Di antaranya, perdarahan di hidung seperti mimisan, perdarahan gusi, panas tanpa sebab dan mudah mengalami memar.
Ditambah, adanya bintik merah dan coklat tua pada tubuh mirip demam berdarah, berat badan menurun dan lemas disertai denyut jantung yang cepat, sakit pada tulang atau lambung dan wajah terlihat pucat. “Jika ada gejala seperti ini, 90 persen adalah kanker darah atau leukemia,” katanya.
Mengenai pengobatan medis, menurutnya, penyakit leukemia bisa diobati atau dicegah dengan metode stem cell atau pengambilan darah dari tali pusat bayi. Metode tersebut, diklaim mampu mengobati penyakit leukemia, tumor padat, kelainan kekebalan tubuh dan metabolisme, kelainan darah tidak ganas serta penyakit degeneratif lainnya.
“Sampai saat ini, baru dua penyakit yang mampu diobati dengan
stem cell. Yaitu, leukemia dan thalassemia. Penyimpanan darah tali pusat dapat memberikan alternatif pengobatan di masa depan untuk anak dan keluarga,” terangnya.
Direktur Laboratorium Regional Cordlife Andrew Ekaputra menjelaskan, stem cell sangat penting dilakukan karena memiliki kemampuan dalam mengganti dan meregenerasi kerusakan genetika dan beberapa penyakit yang berkaitan dengan kelainan darah.
Bahkan beberapa penelitian menyebutkan, peluang penggunaan darah tali pusat untuk diri sendiri terbilang kecil, hanya 1:100.000. Para ahli juga berpendapat, menyimpan darah tali pusat disarankan untuk mereka yang memiliki riwayat penyakit kelainan darah atau bayi dengan kelahiran prematur.
Menurut Prof Dr Bambang Permono, dokter spesialis anak dari RS Dr Soetomo, Surabaya, orangtua mesti curiga dan waspada jika anak menunjukkan gejala-gejala tersebut.
Untuk memastikannya, kata Bambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah tepi untuk mengetahui jumlah haemoglobin, leukosit dan trombosit. Selain itu, perlu diperiksa sumsum tulang belakang. Sebab, harapan hidup pasien leukemia kini sudah lebih dari 50 persen.
“Kalau ditemukan sejak dini, harapan sembuh sangat besar. Ada pasien saya yang didiagnosa leukemia sejak usia 4 tahun bisa sembuh dan sekarang sudah dewasa memiliki dua anak,” katanya.
Tinggi rendahnya harapan hidup pasien, jelas Bambang, ditentukan oleh dua hal. Yakni, penemuan kanker pada stadium awal, serta kepatuhan pasien dalam pengobatan. Pengobatan utama leukemia bisa ditempuh lewat kemoterapi.
Plasenta Bayi Bisa Sembuhkan Kanker Darah
Tali pusat atau plasenta pada bayi ternyata bisa menyembuhkan penyakit kanker darah. Pasalnya, di dalam plasenta terdapat sel-sel yang bisa disimpan dan dijadikan pengobatan untuk masa depan anak-anak ketika sakit lewat metode stem cell (sel punca) atau penyimpanan tali pusat bayi.
Menurut Direktur Laboratorium Regional Cordlife, Andrew Ekaputra, dengan stem cell, penyakit degeneratif yang berhubungan dengan darah, maka penurunan fungsi organ bisa diatasi.
“Dalam darah tali pusat terkandung sel punca hematopoetic (HSCs) atau sel punca pembentuk darah. Selain di tali pusat, HSCs juga bisa ditemukan pada sumsum tulang belakang dan darah tepi,” kata Andrew di Jakarta, Rabu (15/5).
Sistem transplantasi stem cell, sambung Andrew, pertama kali dilakukan pada 1988 dan terus mengalami perkembangan. “Tapi orangtua tak perlu khawatir, dengan menyimpan darah tali pusat ke bank darah, maka akan memberikan harapan kesehatan bagi anak di kemudian hari. Anggap saja dengan menyimpan stem cell di bank darah, anak mendapat asuransi kesehatan,” terangnya.
Dokter Ahli Kandungan dan Kebidanan dari Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Erwinsyah Harahap menambahkan, sel punca dari darah tali pusat memiliki beberapa keunggulan dibanding dari sumsum tulang atau darah tepi. Sel punca dari tali pusat lebih muda dan murni.
“Stem cell berasal dari darah tali pusat belum terpapar faktor lingkungan eksternal, seperti virus maupun bahan kimia, yang dapat mengubah struktur dan fungsi sel tersebut,” terangnya. Erwinsyah mengatakan, total investasi untuk mendapatkan stem cell yang berasal dari tulang sum-sum dan darah tepi mencapai Rp 300 juta, melalui proses pencarian donor yang cukup lama.
Sebagai perbandingan lanjutnya, dengan investasi pada bank darah tali pusat sebesar Rp 4.500 per hari, ketersediaan stem cell darah tali pusat dapat tersedia bila diperlukan.
Untuk mengambil dan menyimpan stem cell dari tali pusat bayi, ada beberapa prosedur yang harus dilakukan. Proses itu dimulai sebelum persalinan berlangsung.
Di mana sebuah kotak perlengkapan akan diberikan keluarga yang bersangkutan. Kotak ini berisi perlengkapan medis seperti kantong darah, tabung dan sampel darah ibu. Setelah persalinan, tali pusat bayi akan dijepit pada dua tempat dan digunting. Kemudian dokter atau bidan akan mengalirkan darah dari tali pusat ke dalam kantong darah yang memiliki barcode khusus.
Selain darah tali pusat, sampel darah ibu juga harus diambil dalam waktu tujuh hari sebelum atau sesudah persalinan untuk diuji terhadap berbagai penyakit menular. Kemudian darah dipindahkan ke tempat penyimpanan biohazard.
Sejumlah kecil darah akan diekstraksi untuk memisahkan sel darah merah, sel darah putih dan plasma darah. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA