Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan anggota Polri aktif dilarang melakukan bisnis atau usaha lain disamping pekerjaannya.
"Anggota Polri aktif tidak boleh punya bisnis," kata Boy di Jakarta, Kamis (16/5/2013), seperti dikutip dari Antara.
Boy menjelaskan, anggota Polri aktif dilarang memiliki bisnis atau dengan kata lain namanya dicatut sebagai direksi atau jabatan di suatu usaha.
Sanksinya, menurut dia, bisnis utama tersebut bisa dihilangkan. Selain itu juga akan diterapkan sanksi kode etik profesi kepada yang bersangkutan.
Pernyataan itu menyusul laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terhadap salah satu anggota Polri berpangkat bintara yang bertugas di Polres Raja Ampat, Papua, yang memiliki transaksi rekening dengan jumlah fantastis.
Total transaksi keuangan di rekening Aiptu Labora Sitorus, yang diduga melakukan tindak pencucian uang dari bisnis migas dan kayu ilegal, mencapai hingga Rp1,5 triliun.
Atas tindakan tersebut, Aiptu Labora dikenai sanksi kode etik profesi disamping tindak pidana pencucian uang. Hal itu dibuktikan dari turunnya Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri yang juga melibatkan Direktorat II Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri dalam penyidikan kasus Aiptu Labora.
"Jadi Propam sudah turun, tidak hanya dari Reserse (Bareskrim-red)," katanya.
Meski ada larangan keras mengenai bisnis anggota Polri, Boy menuturkan pihak keluarga anggota kepolisian dipersilahkan membuka usaha tanpa dikenai sanksi khusus.
"Anggota keluarga punya status yang sama seperti masyarakat lain, asal bisnisnya tidak melanggar hukum," katanya.
Aiptu Labora Sitorus diduga melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Kehutanan dan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Perminyakan dan Bahan Bakar. Dia juga terancam pasal pencucian uang dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang.
Saat ini, rekening "gendut" Aiptu Labora telah diblokir guna dilakukan penyelidikan lebih lanjut. [rob]
KOMENTAR ANDA