Publik harus berani memberikan sanksi sosial kepada partai politik yang hanya mengejar jumlah kursi parlemen tanpa mempertimbangkan kualitas calon anggota legislatif yang diusung.
"Sasaran partai politik adalah bagaimana bisa memperoleh kursi parlemen sebanyak-banyaknya, sehingga melakukan jalan pintas dengan mengusung caleg figur publik tanpa memperhatikan kualitas," kata Pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia Hamdi Muluk pada diskusi "Caleg Selebritas versus Caleg Berkualitas" yang diselenggarakan DPD RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (3/5/2013).
Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah anggota DPD RI Poppy S Dharsono dan calon anggota legislatif dari PDI Perjuangan Edo Kondologit.
Menurut Hamdi, untuk memperoleh kursi sebanyak-banyaknya di parlemen ada beberapa partai politik yang merekrut para artis dan figur publik lainnya yang memang sudah populer.
Menurut dia, tidak semua figur publik berkualitas serta memiliki wawasan politik yang baik sehingga sulit diharapkan akan memiliki kinerja yang baik sebagai anggota parlemen.
Ia mengatakan seorang anggota parlemen idealnya harus memiliki kapasitas, kapabilitas, integritas, serta komitmen untuk membangun bangsa dan negara.
"Mohon maaf, jika ada artis yang mengatakan masuk dulu ke DPR nanti belajar di dalam. Tidak bisa demikian. Anggota parlemen bekerja bukan hanya untuk diri sendiri, tapi memikirkan dan membahas seluruh persoalan bangsa," katanya.
Hamdi menegaskan partai politik hendaknya mengusung figur berkulitas sebagai caleg dari profesi apapun.
Menurut dia, artis juga bisa diusung sebagai caleg asalkan berkualitas dan memenuhi kriteria sebagai caleg berkualitas.
Staf pengajar FISIP Universitas Indonesia ini menyarankan agar partai politik tidak merekrut artis untuk langsung diusung sebagai caleg, tapi diberikan aktivitas dan pendidikan politik terlebih dulu, paling tidak selama lima tahun.
Hamdi menambahkan, partai politik yang mengusung artis sebagai caleg tanpa ada proses pendidikan politik sama saja dengan merendahkan lembaga negara, karena setelah di parlemen dia akan menjadi gagap dengan tugas-tugasnya.
Sementara itu, penyanyi asal Papua Edo Kondologit yang menjadi caleg dari PDI Perjuangan mengatakan dirinya sudah bergabung dengan PDI Perjuangan sejak 2007.
Selama waktu enam tahun di PDI Perjuangan, ia sudah banyak belajar berorganisasi dan mengikuti berbagai kegiatan partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu.
Bahkan, Edo juga pernah menjadi ketua panitia dalam suatu kegiatan sosial malam dana untuk disumbangkan kepada para pengungsi dari Rohingya, Myanmar, yang mengungsi ke Indonesia.
"Kalau saat ini menjadi caleg, saya sudah siap secara mental maupun wawasan," katanya.
Secara terpisah, Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ferry Kurnia Rizkiyansyah menilai partai politik (parpol) sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kualitas calon anggota legislatif (caleg). Pasalnya, partailah yang paling mengenal calon-calon yang mereka ajukan.
"Tidak ada orang yang lebih tahu tentang profil kadernya selain partai politik yang bersangkutan," kata Ferry di Jakarta Pusat, Jumat (3/5).
Menurut Ferry, semua parpol pasti memiliki dokumen mengenai rekam jejak caleg yang diajukannya. Karena itu partai seharusnya sudah bisa mendeteksi caleg-caleg yang memiliki masalah hukum atau tidak memenuhi syarat sejak dini.
Jika partai bisa melakukan hal ini, lanjut Ferry, maka akan sangat membantu kerja KPU. Pasalnya, selama ini KPU sering mendapat keluhan dari masyarakat terkait perbuatan amoral atau masalah hukum seorang caleg.
Lebih lanjut Ferry berharap parpol dapat lebih memperhatikan kualitas calegnya. Karena hal ini juga berpengaruh terhadap kredibilitas partai.
"Partai yang tadinya dipercaya publik, tetapi karena satu orang kadernya bermasalah akhirnya semua kena," tandasnya. [rob]
KOMENTAR ANDA