MBC. Pemerintah Indonesia sangat lemah mengelola anggaran. Di saat yang sama, reformasi birokrasi pun sangat lamban berjalan.
Karena itulah, kata politisi PDI Perjuangan, Dewi Aryani, wajar bila perekonomian Indonesia tersalip Filipina sebagaimana penilaian Standard & Poor's (S&P) .
Pemerintah Indonesia selalu gamang dalam satu keputusan di saat Filipina memacu pertumbuhan ekonomi. Jadilah Indonesia, di bawah kepemimpinan SBY, didahului Filipina yang dipimpin Benigno Aquino, dalam menyandang status investment grade. Status Indonesia turun menjadi BB, sementara status Filipina baik menjadi BBB- dari peringkat sebelumnya BB+ dengan outlook stabil.
Berdasarkan laporan S&P, momentum reformasi di Indonesia sangat lemah dan mengurangi potensi upgrade. Sementara di Filipina, selain berhasil mempersempit defisit anggaran, Benigno Aquino juga berhasil mengundang investasi mengalir dengan cukup deras.
Dewi Aryani, beberapa saat lalu Jumat (3/5/2013), selain lemah dalam mengelola angaran, pemerintahan SBY juga boros, sementara wacana penghematan nasional tidak berjalan dengan baik, karena juga tidak ada panutan dan contoh dari elit. Di saat yang sama, korupsi menggurita dan lamban diatasi.
"Akhirnya terjadi distrust publik, yang tentu saja berimbas kepada distrust investor," tegas Dewi, sambil menegaskan bahwa pemerintah SBY juga selalu menghindar bila diminta membeberkan sumber-sumber pemasukan negara. Padahal hal ini menjadi sangat penting dan krusial, karena sebenarnya pemerintah belum maksimal menggali semua potensi penerimaan dan hanya mengandalkan utang.
"Tentu saja, utang akan semakin memberatkan postur anggaran, dan ujung-ujungnya cara gampang yang dilakukan pemerintah SBY dengan menaikkan harga BBM. Dampak kenaikan ini akan secara perlahan menghancurkan ekonomi rakyat," kata Dewi sebagaimana disiarkan Rakyat Merdeka Online.
Namun demikian, Dewi tidak setuju dengan penilaian S&P bahwa penundaan pemotongan subsidi untuk BBM akan menekan nilai tukar rupiah.
"Indonesia memiliki ideologi dan konstitusi yang berbeda dimana subsidi ditempatkan sebagai kewajiban pemerintah. Karena itu, membandingkan Indonesia dengan Filipina soal subsidi dan penyehatan anggaran tidak pas," demikian Dewi. [ans]
KOMENTAR ANDA