Bangsa yang maju dan mandiri lahir dari penyelenggaraan pendidikan yang baik untuk rakyatnya. Sebaliknya, sulit bagi suatu bangsa untuk maju dan mandiri bila penyelenggaraan pendidikannya bermasalah.
Kata Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Twedy Noviady, permasalahan tersebutlah yang sedang dialami Indonesia. Kebijakan meliberalisasi pendidikan lewat UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menjadikan pendidikan sebagai komoditi sehingga pendidikan menjadi barang mewah. Akhirnya, hanya rakyat yang memiliki kemampuan ekonomilah yang bisa mengenyam pendidikan.
"Hal tersebut tentu sudah meningkari Pancasila dan UUD 1945, yang mana pendidikan merupakan instrumen strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dimana pendidikan menjadi tanggung jawab negara dalam rangka melahirkan manusia Indonesia yang cerdas dan berjiwa patriotis," kata Twedy kepada Rakyat Merdeka Online, Kami (2/5/2013).
Selain itu, lanjut Twedy, liberalisasi pendidikan juga mengakibatkan proses penyelenggaraan pendidikan berorientasi pada pasar. Lulusan sekolah dan perguruan tinggi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar menjadi robot pekerja bukan sebagai kaum terdidik.
"Penyelenggaraan pendidikan tidak dalam rangka kepentingan nasional bangsa Indonesia. Sehingga liberalisasi pendidikan tersebut menghancurkan nation and character building Indonesia," tegas Twedy, sambil mengatakan bahwa anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen APBN tidak dirasakan oleh masyarakat. Sebab faktanya, untuk bersekolah rakyat tetap harus bayar mahal, dan hal ini pun memicu dugaan korupsi massal terhadap anggaran pendidikan.
Masih kata Twedy, liberalisasi pendidikan juga mendorong pelaksanaan standarisasi pendidikan yang diskriminatif. Pemerintah menyeragamkan proses seleksi lulusan sekolah tanpa memperhatikan kualitas infratruktur pendidikan yang masih timpang antar wilayah.
"Para siswa yang memiliki perbedaan dalam mendapatkan kualitas pendidikan dihadapkan pada proses seleksi yang memiliki standarisasi nasional. Parahnya lagi, penyelenggaraan UN menimbulkan masalah dari tahun ke tahun," demikian Twedy. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA