MBC. Jatuhnya Presiden Soeharto dan tuntutan pemberantasan praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) melahirkan TAP MPR Nomor XI/MPR 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi, dan Nepotisme.
"TAP MPR RI itu merupakan puncak kemuakan publik terhadap praktik-praktik KKN yang sudah demikian melembaga," ujar pengamat politik dari The Indonesia Reform Martimus Amin sesaat lalu Rabu, (1/5/2013).
Karena saat itu, Partai Golkar dan pejabat negara lainnya menempatkan keluarga-keluarganya sebagai anggota legislatif dan duduk di lembaga-lembaga tinggi Negara lainnya.
Makanya, tokoh reformasi Amien Rais saat itu mengkritik model rekruitmen para pejabat. Amien, kata Martimun, menyebutnya dengan pola perekrutan berdasarkan 'AMPII' atau anak, menantu, ponakan, serta istri dan ipar.
"Imbas dari kritikan publik membuat anak Wiranto selaku Panglima ABRI saat itu mundur dari anggota MPR," jelas Martimus seperti dilansir Rakyat Merdeka Online.
Yang terjadi saat ini, sambungnya, ternyata praktik KKN lebih massif dan menyebar di segenap lapisan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kepala masinis gerbong KKN era reformasi kini dimotori Presiden SBY sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat.
"Tanpa malu-malu lagi (SBY) menabrak konsensus reformasi. Sudah sedemikian hipokritnya SBY sehingga ia tidak malu-malu lagi menabrak konsensus reformasi," ungkapnya.
Kritik terhadap skandal dugaan korupsi yang dilakukan keluarga Cikeas dan di pemerintahannya belum mereda, kini SBY menempatkan paling banyak keluarganya sebagai Caleg dari Partai Demokrat pada Pileg 2014. Setidaknya ada lima belas anggota keluarga SBY yang menjadi caleg DPR RI.
"Kita dapat memaklumi seandainya perbuatan itu dilakukan sejenis pemimpin diktatur dan junta militer, seperti Soeharto, Marcos, Saddam Husein, Husni Mubarak, Idi Amin, dan Ben Ali," imbuhnya.
"Ironisnya, ini dilakukan oleh SBY, saksi sejarah reformasi. Jadi tidak usah heran KKN tak pernah kunjung tuntas tertangani. Karena biang kerok masalah terletak pada pemimpin negara sekaligus ketua umum partai yang masih dikendalikan 'orang-orang bermental KKN Orde Baru'," demikian Martimus. [ans]
KOMENTAR ANDA