Pemerhati komunikasi, Ade Armando, menilai pemunculan Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji di media sosial YouTube sebagai ejekan kepada penegak hukum. "Dia seperti ngejek," kata Armando, di Cinere, Selasa (30/4/2013).
Cara seperti ini pernah dilakukan bekas bendaharawan DPP Partai Demokrat, M Nazaruddin, dari persembunyiannya. Tidak perlu lama, Nazaruddin bisa ditangkap di Karthagena, Kolombia.
Beda dengan kasus Duadji. Jenderal polisi bintang tiga ini bisa melenggang dari rumahnya, di Bandung, di mana dia dijemput paksa Tim Gabungan Kejaksaan agar taat pada vonis pengadilan, penjara 3,5 tahun dan denda Rp500 juta.
Cukup lama tim gabungan eksekutor ini "bernegosiasi" dengan polisi di rumah pribadi Duadji itu. Antiklimaks drama terjadi saat Duadji begitu saja bisa meninggalkan rumah pribadinya, berkat perlindungan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat, Inspektur Jenderal Polisi Tugabus Angkawijaya.
Duadji diungsikan sementara waktu ke Markas Kepolisian Daerah Jawa barat, di Bandung. Dari situ cerita menjadi berubah, Duadji seolah raib begitu saja dan tiba-tiba muncul di YouTube selama 15 menit.
Penyelidikan Duadji bisa menghilang begitu saja, sejauh ini diketahui tidak menyentuh pejabat pemberi perlindungan terhadap dia atas eksekusi vonis pengadilan.
Selagi di depan mata, Duadji "dibiarkan" pergi begitu saja; sekarang semuanya sibuk mencari dan memburu ke sana-sini.
Menanggapi kemunculan Duadji di YouTube itu, Armando menilai Duadji merasa lebih aman di jaringan sosial itu ketimbang muncul di satu stasiun televisi nasional.
Karena itu, penegak hukum seharusnya tidak usah takut dan khawatir mengeksekusi dia.
"Tapi saya yakin tidak akan ada yang menaruh simpati kepadanya. Semua orang tahu dia buron," katanya. [ant/hta]
KOMENTAR ANDA