MBC. Dampak kelangkaan solar bersubsidi di sejumlah daerah masih terus terjadi. Didug ada mafia atau beberapa pihak yang menimbun solar dan menjualnya kembali dengan harga yang sangat tinggi. Antrean truk dan bus menumpuk di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) kendati tertulis pemberitahuan solar habis. Di banyak daerah pelaku usaha kecil dan menengah terancam tidak berproduksi akibat kesulitan mendapatkan solar bersubsidi.
Demikian dikatakan Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi dalam siaran persnya yang diterima MedanBagus.Com, sesaat lalu Minggu, (28/4/2013).
Menurut dia, kini pemerintah terkesan melakukan pengendalian tanpa memperhatikan kebutuhan dan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat. Kelangkaan solar saat ini telah berdampak luas terhadap sektor kehidupan lainnya, seperti para nelayan kesulitan mendapatkan pasokan solar untuk melaut, petani terkendala dalam melakukan penggilangan padi pascapanen, terhambatnya distribusi komoditas pokok, dan timbulnya kemaceten yang membuat biaya logistik meningkat.
''Kalau masalah ini tidak dibenahi, sangat wajar muncul kecurigaan bahwa pemerintah sengaja melakukan pembiaran dengan maksud sebagai bentuk teror ekonomi kepada masyarakat. Teror ekonomi kelangkaan solar dimunculkan untuk membungkam pihak yang menolak penaikan harga BBM. Dampak BBM tak dinaikkan bakal terjadi kelangkaan, dan yang rugi adalah masyarakat sendiri. Sebab dengan harga BBM tidak dinaikkan maka eksesnya akan lebih leluasa spekulan dan BBM sulit diakses masyarakat,'' ujarnya.
Sungguhpun begitu, menurut Farid, jika duagaan ini benar, tindakan itu sangat disesalkan dan tidak mendidik. Kalauun pemerintah mau menaikkkan harga BBM, makan logika yang disampaikan harus dengan bahasa dan pola komunikasi yang mecerahkan dan mencerdaskan. Tidak boleh melakukan teror psikiologi-ekonomik seperti itu. Konon lagi, Negara terekesan dikalahkan para spekulan atau mafia BBM.
Sementara itu, terkait wacana menaikkan harga BBM dengan pendekatan dua harga opsi dipastikan bakal muncul potensi risiko melebarkan disparitas harga dan memperbesar kemungkinan penyelewengan. Selain itu, sambung Farid, BBM harga ganda juga berpotensi menyebabkan konflik sosial di lapangan. Opsi dua harga secara teknis di lapangan bakal sulit dilaksanakan. Karena risikonya terlalu besar, pilihan dua harga sebaikanya diabaikan saja.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah berencana mengurangi subsidi BBM bagi pengguna mobil pribadi dengan menerapkan harga premium pada kisaran Rp6.500 per liter. Sementara pengguna sepeda motor dan angkutan umum masih bisa membeli premium dengan harga Rp4.500 per liter.
Rencana itu dikritik lantaran dinilai akan sulit ketika diimplementasikan. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla memperkirakan akan terjadi kekacauan jika ada dua harga BBM. Penyimpangan akan banyak terjadi. Salah satunya ialah bisa saja pihak angkutan umum memilih menjual BBM ke pihak lain.
Kemudian, sejumlah kalangan justru minta pemerintah memilih opsi satu harga dikenakan secara keseluruhan. Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) secara tegas menolak opsi penetapan dua harga BBM yang selama ini menguat.
Selain penghitungan yang sulit, dia berpendapat penetapan dua harga BBM bakal memancing konflik sosial. Benturan antara operator SPBU dan konsumen bisa terjadi. Selain itu bakal memunculkan praktik penyalahgunaan, penyelewengan, dan penyelundupan BBM.[ans]
KOMENTAR ANDA