Jatuhnya pesawat Lion Air di Bali awal bulan ini menambah panjang daftar kecelakaan pesawat di Indonesia. Kejadian itu diduga akibat kelalaian maskapai penerbang. Karena itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) perlu memberi sanksi tegas.
Kecelakaan pesawat Lion Air dengan rute Bandung – Denpasar sesungguhnya bukan hal baru. Sebelumnya 30 November 2004 pesawat Lion Air MD 82 juga tergelincir di Bandara Adi Sumarmo Solo. Kemudian pada 5 September 2005 terjadi kecelakaan pesawat Mandala Air di Kawasan Padang Bulan, Medan, Sumatra Utara. Hingga mengakibatkan 99 orang meninggal, dan pada tanggal 7 Maret 2007 kecelakaan juga terjadi menimpa Garuda Indonesia di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta.
Ketua Forum Transportasi Udara MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia), Suharto Abdul Majid menyatakan, kecelakaan pesawat tidak pernah terjadi karena faktor tunggal. Setiap faktor saling mempengaruhi dalam kasus kecelakaan penerbangan.
Berdasarkan pengamatannya terdapat tiga buah faktor yang menjadi penyebab utama kecelakaan pesawat, yaitu human error (kesalahan manusia), keadaan cuaca, serta kondisi infrastruktur sistem dan manajemen penerbangan.
Dari ketiga faktor itu, menurut dia sebagaimana dilansir Rakyat Merdeka Online, faktor kesalahan manusia menjadi penyebab utama kecelakaan pesawat di tanah air. Kesalahan manusia, jelas dia, bukan hanya bisa dilakukan pilot tetapi juga semua orang yang terkait dengan penerbangan.
''Faktor human error ini tidak selalu disebabkan kesalahan pilot, bisa juga karena kesalahan yang dilakukan pengawas ATC (Air Traffic Control), staf pemeriksa kondisi pesawat, dan juga pengatur jadwal penerbangan,'' jelasnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia menduga, faktor kesalahan manusia terkait erat dengan kecelakaan Lion Air di Bali pekan lalu. Bisa jadi, karena kelelahan pilot yang menerbangkan pesawat sehingga tidak konsentrasi ketika melakukan pendaratan.
''Pilot tak konsentrasi mungkin karena kebijakan maskapai memeras tenaganya hingga kecapean,'' tuturnya.
Ke depan, Suharto berharap, Kementerian Perhubungan, selaku pembuat regulasi dan pengawas guna mencegah terjadinya kesalahan manusia.
''Contohnya, memperberat sanksi kepada maskapai yang menindas jam kerja pilot,'' tegasnya.
Ketua Komisi V DPR Laurens Bahang Dama menilai, kecelakaan pesawat akibat kesalahan manusia disebabkan karena buruknya manajemen perusahaan. Kata dia, banyak maskapai lebih mengedepankan keuntungan, daripada keamanan penerbangan.
''Maskapai terlalu berorientasi mengejar keuntungan. Pilot dipaksa kerja dalam kurun waktu lama dengan jarak tempuh yang jauh dengan alasan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki terbatas. Buktinya hasil evaluasi Kemenhub tahun 2012, ada 33 pilot yang dikenakan sanksi karena melanggar jam terbang,'' ujarnya saat dihubungi terpisah, kemarin
Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional ini mengakui, banyak pilot yang melanggar jam terbang tidak terlepas dari tingginya pertumbuhan penerbangan di Indonesia. Sementara di sisi lain, jumlah pilot yang dimiliki terbatas.
Kata dia, dari kebutuhan pilot mencapai 800 orang pertahun, baru terpenuhi sekitar 400 orang. ''Akibatnya pertumbuhan penerbangan, maskapai nasional kerap memaksa pilot terbang melebihi aturan. Mungkin ini pemicu utama kecelakaan akibat human error,'' lanjutnya.
Laurens mendorong, Kemhub mengevaluasi seluruh maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia. Kemhub harus menjatuhkan sanksi kepada perusahaan penerbangan yang terbukti memeras tenaga pilot.
Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bhakti mengklaim, tren kecelakaan pesawat di Indonesia akibat kesalahan manusia sudah turun.
Bahkan, kualitas keselamatan penerbangan makin membaik. ''Kecelakaan pesawat di Indonesia sudah kecil sekali. Bahkan kita salah satu yang terkecil di dunia,'' klaimnya.
Namun Direktur SDM dan Umum Lion Air Edward Sirait tetap membantah adanya kesalahan manusia dalam tragedi di Bali, pekan lalu. Lebih baik kata dia, semua pihak menunggu penyelidikan KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi).[ans]
KOMENTAR ANDA