MBC. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus memecat tujuh Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pelanggaran etik yang dilakukan. Tuntutan itu akan disampaikan perwakilan Partai Pengusaha Pekerja Indonesia (PPPI) dan Partai Persatuan Rakyat Nasional (PPRN) pada sidang pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang digelar DKPP, hari ini Kamis, (18/4/2013).
Menurut Ketua umum DPP PPPI Daniel Hutapea, pihaknya akan membeberkan bukti forensik pelanggaran yang ada. PPPI juga menghadirkan saksi yang akan membongkar tindakan manipulasi yang dilakukan tujuh Komisioner KPU.
"Besok (red, hari ini) semua saksi hadir. Data-data forensik ini akan dibuka secara transparan melalui layar di ruang sidang DKPP," kata Daniel saat dijumpai di kantornya, Jalan Imam Bonjol Jakarta Pusat, Rabu (17/4/2013).
Dia menjelaskan, melalui bukti forensik yang dibeberkan besok akan terlihat manipulasi yang dilakukan KPU terhadap empat parpol penguasa yang sebetulnya tidak lolos proses verifikasi administrasi yakni Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Hanura, dan Partai Keadilan Sejahtera.
Juga akan dibeberkan mengenai Peraturan KPU (PKPU) Nomor 14 dan Nomor 15 yang dijadikan dasar oleh KPU untuk meloloskan empat partai itu melalui keputusan tertanggal 28 Oktober 2012.
Pelanggaran lain dengan membohongi DKPP terkait adanya kesepakatan bersama (MoU) antara KPU dengan International Foundation For Electoral Systems (IFES).
"Ternyata MoU dengan IFES tersebut baru diajukan pada bulan Oktober 2012, tapi telah dilaporkan ke DKPP pada tanggal 13 Agustus 2012, dan sudah ditandatangani oleh ketua KPU Husni Kamil Manik. Jadi, ini langkah mundur, ini kebohongan oleh Komisioner KPU dalam cara melegalkan partai Senayan," jelasnya.
Sementara itu, Sekjen PPRN Joller Sitorus menambahkan agar Mahkamah Agung dapat mempertemukan pihaknya dengan KPU.
"Kami berharap Mahkamah Agung bisa mengikuti apa yang dilakukan DKPP. MA bisa memeriksa data langsung ke lapangan sebelum mereka memutuskan perkara ini," katanya.
Menurut Joller, KPU tidak memiliki alasan untuk tidak mengikutsertakan PPRN sebagai peserta Pemilu 2014 mendatang. Lantaran PPRN sudah melengkapi semua persyaratan dan proses administrasi. Termasuk juga menempuh jalur hukum di Badan Pengawas Pemilu dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
"Dua lembaga peradilan sudah kami lalui. Sesungguhnya kebenaran telah nyata dalam segala pembuktian bahwa KPU tidak melakukan verifikasi faktual secara profesional dan secara benar sesuai dengan aturan KPU sendiri kepada PPRN," jelas Joller.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin mendukung langkah dua parpol tersebut mengadu nasib ke DKPP. Dia yakin dalam persidangan DKPP akan dibeberkan bukti forensik dan saksi yang dihadirkan.
"Saya kira bagus jika pengadu bisa mengungkapkan bukti-bukti itu. Hendaknya DKPP tidak mengesampingkan bukti-bukti yang dibawa pengadu," katanya seperti dilansir Rakyat Merdeka Online.[ans]
KOMENTAR ANDA