MBC. Kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di MPR RI menyelenggarakan Diskusi Group Terarah (FGD) di Sumut, Sabtu (13/4/2013) di Rahmat Gallery, Medan. Acara itu diikuti elemen mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di kota Medan.
Anggota DPD RI yang juga salah satu wakil ketua kelompok DPD di MPR RI, Rahmat Shah, menyatakan kegiatan ini merupakan sosialisasi tentang hasil-hasil DPD RI.
''Kegiatan Diskusi Group Terarah (FGD), selain menjadi sarana sosialisasi tentang hasil-hasil DPD RI, juga dimaksudkan untuk menginventarisir masukan dari lapisan masyarakat, terutama kalangan akademisi, para ahli dan praktisi yang ada di daerah terkait dengan rencana amandemen kelima UUD 1945. Syukur alhamdulilah Mahkamah Konstitusi RI telah mengabulkan sebagian permohonan Judicial Review yang diajukan DPD RI terkait dengan tugas dan wewenang DPD RI. Dengan keluarnya putusan MK RI itu. maka memberikan dampak signifikan dalam merubah ketatanegaraan di Indonesia serta kedepannya DPD RI akan terlibat dalam program legislasi nasional (prolegnas) yang berhubungan dengan otonomi daerah,'' kata Ketua Yayasan Rahmat ini dalam siaran persnya yang diterima MedanBagus.Com, sesaat lalu (15/4/2013).
Tampil sebagai narasumber dalam diskusi antara lain Refly Harun dari Jakarta, Ahmad Taufan Damanik, Faisal Akbar Nasution serta Shohibul Ansor Siregar, ketiganya dari Medan.
Menurut Refly Harun dengan keluarnya putusan MK yang memberi kewenangan yang sama dengan DPR dalam hal penyusunan prolegnas telah mengubah sistim ketatanegaraan.
''Ini memberikan arti bahwa kedudukan DPD dan DPR serta Presiden bersifat tripartit dalam hal pembahasan RUU. Dengan semakin kuatnya fungsi DPD RI, yang diperjuangkan pak Rahmat Shah serta kawan-kawan, sangat disayangkan jika Bapak Rahmat Shah tidak kembali mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI pada Pemilu 2014,''imbaunya.
Sementara itu Taufan Damanik, mengingatkan amandemen yang telah terjadi berpotensi menimbulkan kekhawatiran.
Berdasarkan perjalanan Negara selama ini sejak dilakukannya empat kali perubahan UUD, terjadi proses segmentasi dan kerancuan fungsi lembaga-lembaga Negara. Secara konsepsi baik, namun tahap implementasi, kita bisa merasakannya sekarang ini. Belum lagi lembaga kepartaian kita dengan budaya politik yang dibangun seperti mengurus Perusahaan atau Yayasan.
Faisal Akbar menyatakan setuju adanya penguatan fungsi legislasi DPD RI, namun perlu dibarengi dengan fungsi pengawasan dan fungsi anggaran agar terjadi keseimbangan sebagaimana yang dianut sistem bikameralisme (sistim dua kamar di parlemen).
Pengamat Politik dari UMSU, Shohibul Ansor mengkritisi rencana Amandemen kelima, berdasarkan pengamatannya bahwa negara ini sudah banyak masalah, janganlah DPD RI ini menjadi bagian dari masalah.
''Silakan Amandemen, harus ada kemaslahatan ummat untuk kedepan,'' tuturnya.
Dalam diskusi itu juga dilakukan tanya jawab peserta yang umumnya kalangan mahasiswa, terungkap rasa skeptis terhadap lembaga Negara termasuk DPD. Peserta mengakui mengenal lembaga DPD RI dan perwakilannya dari Sumut, namun wewenang dan fungsinya belum dipahami. Peserta mengusulkan agar kiranya DPD RI lebih banyak melakukan sosialisasi ke kampus-kampus.
Diakhir diskusi Refly Harun yang selama ini menjadi salah satu team ahli DPD RI menyatakan demokrasi itu mahal.
''Amandemen kesatu, kedua, ketiga dan keempat adalah wujud demokrasi yang mahal. Selain itu untuk memahami wewenang dan fungsi anggota DPD RI, DPD RI bisa melakukan fungsi representatif bagi warga masyarakat di daerah pemilihannya”, ujarnya.
Acara FGD ditutup dengan pemberian cenderamata dari Kelompok DPD RI kepada Yayasan Rahmat Indonesia dan sebaliknya. [ans]
KOMENTAR ANDA