MBC. Sikap dasar manusia Indonesia sangat peka terhadap berbagai dinamika, meski tidak selalu diekspresikan secara terbuka. Silent majority selalu ditemui dalam berbagai respons publik Indonesia terhadap banyak soal, termasuk pada propaganda tidak bermutu, yang ditujukan untuk membelokkan dan menyederhanakan kasus penyerbuan Lapas Cebongan belum lama ini.
"Propaganda antipremanisme, cinta Kopassus, anugerah ksatria untuk pemberantas preman, kesimpulan tidak adanya pelanggaran HAM dan lain-lainnya adalah kerja sistematis untuk satu tujuan, yakni memangkas penuntasan kasus ini secara holistik," ujar Ketua Setara Institute, Hendardi, Senin (15/4/2013).
Menurut Hendardi, propaganda itu dengan menggunakan mesin kampanye untuk membodohi masyarakat atas fakta yang sebenarnya terjadi. Ujungnya adalah mencetak lupa di tengah masyarakat. Dia menduga propaganda dilakukan oleh pihak TNI.
Dia mengatakan propaganda dengan memunculkan stigma antipremanisme untuk membenarkan tindakan 11 anggota Kopassus melakukan pembunuhan keji ini persis sama dilakukan TNI dan penguasa untuk mencari pembenaran atas kejahatan yang dilakukan oleh aparat negara terhadap sejumlah kasus di masa lalu.
Propaganda antiseparatisme dilakukan untuk menundukkan gerakan politik di Aceh dan Papua, antikomunisme untuk membenarkan pembantaian 1965, dan berulang untuk membungkam kritisisme aktivis PRD, pengokohan nasionalisme dan stabilitas politik untuk membenarkan penculikan aktivis oleh Tim Mawar pada 1997-1998.
"Terlalu dini dan gegabah menyatakan masyarakat Yogyakarta mendukung Kopassus. Cara ini justru menunjukkan kepanikan TNI atas desakan penuntasan kasus Cebongan dan aspirasi penuntasan reformasi militer," tegas dia sebagaimana disiarkan Rakyat Merdeka Online.
Untuk itu Hendardi berharap, publik tidak terbuai dengan propaganda itu dan tetap mengawal serta mendorong penuntasan kasus Lapas Cebongan secara progresif dengan mendesak Presiden SBY mengambil dua langkah, yakni membentuk Tim Investigasi Eksternal dan menerbitkan Perppu tentang Peradilan Militer yang memungkinkan anggota TNI diadili di peradilan umum. [ans]
KOMENTAR ANDA