post image
KOMENTAR
MBC. DPR harus mencabut Pasal 265 RUU KUHP tentang penghinaan terhadap presiden. Soalnya di tahun 2006 pasal itu sudah pernah dicabut dan dikubur Mahkamah Konstitusi (MK). Jika pasal ini tetap dimasukkan berarti pemerintah sebagai pembuat RUU KUHP dan DPR sebagai pembahasnya telah melanggar konstitusi.

Hal itu dikatakan Neta S Pane, Ketua Presidium Indoneia Police Watch dalam siaran persnya yang diterima MedanBagus.Com, sesaat lalu, Senin (15/4/2013).

Menurut Pane, tahun 2006 lalu, MK telah mencabut pasal 134, pasal 136 dan pasal 137 KUHP tentang penghinaan presiden. Ketiga pasal itu dinilai MK menimbulkan ketidakpastian hukum karena amat rentan pada tafsir apakah suatu protes, pernyataan pendapat atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden.

''Kini ada upaya menyelundupkan pasal itu ke dalam RUU KUHP. Upaya penyelundupan ini menunjukkan rendahnya moralitas hukum pemerintah. Sebab pasal yang sudah dikubur MK masih diupayakan untuk dihidupkan lagi. Padahal pemaksaan itu bisa membuat pemerintah dan DPR dinilai melanggar konstitusi. Jika pemerintah dan DPR melanggar konstitusi, legalitasnya tentu patut dipertanyakan,'' sindir Pane.

Berkaitan itu, sambung dia, Indonesia Police Watch (IPW) yang tergabung dalam Forum Rakyat Anti-Pasal Represif akan menemui Ketua MK pada Senin (15-4-20) siang, untuk meminta fatwa MK soal pasal itu.

''IPW berharap semua pejabat publik, termasuk presiden harus memahami risiko jabatan. Jika ia tidak becus memimpin, pasti akan dikritik dan diolok-olok rakyat. Untuk itu, pejabat publik harus bisa menjaga sikapnya agar sebagaim pejabat jangan sampai menghina kedudukannya sendiri, seperti korupsi, main perempuan, dan sebagainya.'' [ans]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa