MBC. Kali ini mantan Menteri Keuangan Boediono yang kini menjabat Wakil Presiden bakal ''dikuliti''. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut sejumlah kasus kejahatan keuangan negara berskala besar atau yang oleh Presiden SBY disebut sebagai big fish itu.
Pekan lalu ekonom senior dan mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) era Presiden Megawati Soekarnoputri, Kwik Kian Gie yang diundang KPK untuk memberikan penjelasan mengenai megaskandal kerah putih itu.
Hari ini Jumat, (12/4/2013) giliran ekonom senior dan mantan Menteri Perekonomian DR Rizal Ramli yang dundang untuk memberikan penjelasan menganai modus operandi kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang bersifat criminal policy dan melibatkan Boediono yang kini wakil presiden.
Keterlibatan Boediono dalam kasus BLBI adalah satu dari enam dosa politik Boediono yang pernah dicatat Muhammad Hatta Taliwang, mantan anggota DPR RI dari Partai Amanat Nasional (PAN).
“Sebagai Direktur Analisis Perkreditan BI, Boediono ikut bertanggung jawab atas kebijakan menyalurkan BLBI tahun 1997 yang hampir membuat negara collapse dan menyebabkan kerugian negara sekitar Rp700 triliun," ujarnya sebagaimana disiarkan Rakyat Merdeka Online.
"Bahkan Fuad Bawazier (mantan Menteri Keuangan di kabinet terakhir Soeharto) menyebut Boediono sebagai residivis BLBI,” kata Hatta lagi.
Menurut Hatta, karena sejak awal terlibat dalam proses rancang-bangun BLBI, maka wajar ketika diberi kesempatan oleh Megawati menjadi Menteri Keuangan, Boediono merancang kebijakan baru bernama release and discharge yang ditujukan bagi debitor BLBI.
Kebijakan ini membuat negara kembali dirugikan Rp300 triliun.
Selain itu, akibat BLBI di penghujung dekade 1990an itu, banyak bank yang ditutup dan harus diselamatkan melalui skema rekapitalisasi sampai 30 tahun yang harus ditanggung rakyat lewat APBN bernilai puluhan triliun.
Di luar episode BLBI, Hatta juga mencatat Boediono pernah melakukan kekeliruan yang walau merugikan negara hingga hari ini tapi tidak pernah diadili.
Di tahun 2003 pemerintah Amerika Serikat mengucurkan program pinjaman senilai 1,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp15 triliun. Semestinya uang sebanyak ini digunakan untuk program pengembangan koperasi dan dunia pertanian.
Tetapi, oleh Boediono bantuan itu digunakan untuk mengisi kas Bank CIC. Setahun kemudian Bank CIC bergabung dengan dua bank lain menjadi Bank Century. Jadi jelas bahwa sejak awal kelahirannya, Bank Century memiliki cacat bawaan yang dibiarkan tumbuh subur.
Di saat Bank Century oleh pemiliknya Robert Tantular disebutkan mengalami krisis rasio kecukupan modal (CAR), Boediono kembali bertindak. Dialah yang paling ngotot mengusulkan agar Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal yang berdampak sistemik dan patut diberikan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP). Bantuan ini kelak membengkak hingga mencapai Rp6,7 triliun.
Dosa keenam Boediono, masih menurut daftar yang dihimpun Hatta, berkaitan dengan skandal pajak Bank Mandiri yang merugikan negara sebesar Rp2,2 triliun. Informasi mengenai kasus ini telah berkali-kali disampaikan Sekjen Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI) Sasmito Hadinagoro.
Hatta yang kini memimpin Institut Ekonomi Politik Soekarno-Hatta (IEPSH) berharap KPK dan aparat hukum lainnya mau membuka mata, hati dan matahati untuk menguliti peranan Boediono dalam setiap kasus. [ans]
KOMENTAR ANDA