Bayangkan kalau tarif angkutan kota (angkot) punya pelatih sekelas Jordi Roura, niscaya sedikit yang keberatan jika ongkos angkot dinaikkan. Kalau ijin trayek dilatih Ancelotti, bagaimana kira-kira jalan cerita yang pembaca inginkan?
Judul di atas, belum ada hubungannya dengan, laga leg kedua, Barca vs PSG, yang sedang bertanding, dini hari, tepat saat tulisan ditayangkan.
Entahlah kalau tiba-tiba datang inspirasi di tengah jalan, mungkin bisa kami kait-kaitkan, siapa jadi jawaranya, Barca atau PSG, tarif angkot atau ijin trayek
Coba, seandainya yang bicara rasional bahwa kenaikkan tarif angkot karena belum pernah naik sejak 2008 adalah Jordi Roura, bukan Dishub Pemerintah Kota.
Jika saja, penjelasan tarif angkot harus naik karena pendapatan supir dan pengusaha yang makin pas-pasan itu dijelaskan Roura, bukan pemerintah kota.
Jika saja, 80 persen supir angkot di Medan mengaku hidup di bawah garis kemiskinan itu diuraikan oleh Roura, bukan pengusaha angkutan kota.
Jika saja, harga suku cadang mahal, biaya operasional angkot membengkak itu diucap lembut Roura, bukan Kesper atau Organda.
Pembaca, kalau semua itu disampaikan Jordi Roura, Saya pilih langsung percaya. Jika ada pendaftaran agar percaya, Saya akan cepat ambil formulirnya, walau harus antre sekali pun.
Mengapa semua, -Saya belum yakin kalau semua- dari kita warga Medan terhormat ini bisa cepat percaya dengan alasan-alasan dari Kesper, Organda, Dishub Medan dan pengusaha angkutan kota?
Saya tak berani mengarang cerita fiktif buat pembaca. Kalau kurang percaya, Gogling saja, alasan-alasan mengapa tarif angkot itu harus naik.
Mengapa teriak harga suku cadang Mahal dan biaya operasional tinggi bila setoran para supir untuk pengusaha angkotnya sering tak kesampaian. Mengapa cerita sedih itu terjadi.
Mundur sejenak, persoalan tarif angkot dan cerita tak enak para supir ini bukan persoalan baru. Ini semua berpangkal pada Ancelotti, pelatih ijin trayek. (Pembaca, anggap saja ini iklan). Kabarnya Ancelotti agak hepi dengan kabar belum bugarnya Messi.
Dan tidak lucunya, baik Dishub, Kesper, Organda dan pengusaha sebenarnya tahu betul, sebab musabab cerita suka-duka supir angkot itu, tak jauh-jauh dari persoalan dan kebijakan di internal mereka, utamanya soal pengelolaan ijin trayek. Jadi teringat peribahasa: Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu!
Silakan gogling lagi berapa banyak berita di Medan yang mengabarkan perkelahian sesama supir dalam trayek yang sama, kejar-kejaran rebutan penumpang, mogok supir karena tumpang tindih trayek, dan lain sebagainya.
Pembaca sekalian, hingga kini, sejak dari masa Kadishub Pemko Medan, Aslan Harahap, hanya Tuhan dan Kadis yang tahu isi dan rupa dokumen ijin trayek. Padahal isinya penting dan bukan rahasia, yakni mengatur jumlah armada yang diijinkan beroperasi serta rute lintasan di setiap trayek.
Misalnya, dalam dokumen ijin trayek KPUM 64 jurusan Amplas-Pinang Baris, disetujui 50 unit armada yang beroperasi. Maka wajib 50 unitlah yang beredar di lapangan.
Wajarlah supir mengaku susah kejar target setoran. Pengusaha banyak tak patuhi ijin trayek, sialnya belum pernah terdengar pula, gelaran razia, yang khusus untuk melakukan cek jumlah armada, sesuai dengan ijin yang diberikan.
Jadi, meski dalam dokumen ijin trayek diparaf 50 armada, pengusaha bisa sesuka-hati menambah armadanya. Dan ini sudah jadi rahasia bersama, semua pihak mendapat keuntungan, kecuali supir tentunya.
Saya berani jamin, Dinas Perhubungan tak berani beri akses kepada publik untuk melihat dokumen ijin trayek angkot-angkot di Medan. Apalagi melakukan cek dan ricek kepatuhan perusahaan terkait armada yang sah dan mendapat ijin beroperasi. (Tes pakai UU KIP cocok)
Padahal jika ijin trayek dipatuhi, keuntungan bukan hanya milik pengusaha, para supir dijamin tak akan mengeluh soal pendapatan dan setorannya lagi. Dan yang paling penting tidak menjual pengakuan sedang hidup di bawah garis kemiskinan agar tarif angkot dinaikkan.
Wajarlah supir mengaku susah kejar target setoran. Bayangkan satu trayek, misalnya Pinangbaris-Amplas, dilayani lebih dari satu perusahaan angkot. Gawatnya masing-masing perusahaan operasikan armada di luar dari ketentuan ijin trayek, yang terjadi adalah volume armada yang menumpuk dan berlebihan.
Wajarlah supir mengaku susah kejar target setoran. Yang ada malah kejar-kejaran sesama angkot di jalanan. Barangkali pembaca punya pengalaman saat angkot yang sedang ditumpangi mengejar-ngejar angkot di depannya. Jangan lupa pegangan yang kuat!
Wajarlah supir mengaku susah kejar target setoran. Karena jumlah angkot lebih banyak ketimbang para penumpang. Mengapa volume angkot membludak. Karena belum ada niat dan semangat keterbukaan dalam dokumen pengurusan ijin trayek.
Kesper Sumut pernah sendiri menghitung idealnya jumlah armada yang beroperasi tidak lebih dari 60 unit untuk setiap trayek untuk setiap perusahaan. Kesper memperkirakan yang beredar di lapangan jauh melebihi volume ideal, diperkirakan 200 armada per trayek.
Kesper mencatat pada 2012 ada 12 ribu unit angkot yang beroperasi. Masing-masing dikelola oleh 17 perusahaan dan Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM).
Begitu alasan-alasan kenaikkan tarif angkot yang tinggal tunggu SK Walikota itu. Setidaknya kami tahu ada yang sedang melakukan gerakan tanpa bola yang berujung tipu, sayangnya kita suka dan pasti setuju.
Siapa yang diuntungkan dari carut marut angkot di Medan. Pasti bukan Jordi Roura, bukan pula Ancelotti, dan bukan juga Saya.
Produsen dan sponsor tak akan jauh-jauh dari laba. Bisa PT Capella, bisa Pak Kadis, Mungkin juga Pak Wali, Mungkin anggota dewan, mungkin pula wartawan. Bisa terbuka bagi siapa saja yang paham seluk beluk mengelola angkutan kota, termasuk pengusaha angkutan dan Organda.
Pembaca yang baik, babak kedua Barca v PSG, sudah berjalan. Selamat menikmati laga hebat dan tarif baru angkot Medan! (*)
KOMENTAR ANDA