post image
KOMENTAR
MBC. Oknum anggota Kopassus TNI AD yang menyerbu Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Yogyakarta Sabtu dua pekan lalu saat ini dipuja puji. Namun sebagian elemen masyarakat menilai hal itu tidak mencerminkan sikap ksatria.

"Logika saya tidak bisa menerima itu. Seorang militer itu disebut ksatria, kalau dia pergi ke medan tempur," ujar Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar Minggu, (7/4/2013).

Haris Azhar menjelaskan seperti disiarkan Rakyat Merdeka Online, dalam pertempuran saja, dikenal hukum perang yang memuat sejumlah syarat boleh atau tidak membunuh seseorang.

''Kalau ada masyarakat sipil, bahkan musuh sekalipun, yang mengaku tidak siap dan tidak bersenjata tidak boleh dibunuh!'' tegasnya.

Karena menurutnya, berperang itu menundukkan, mengalahkan, bukan membunuh. Seseorang membunuh kalau memang musuh membahayakan.

"Dalam konsteks perang, kan itu sensitif. Tapi diukur apakah dia pakai senjata. Makanya ada intel perang yang memetakan apakah musuh itu punya senjata atau tidak. Kalau misalnya, membunuh seperti itu (di Lapas Cebongan) bukan ksatria," tegasnya lagi.

Sebelumnya, bekas Koordinator KontraS, Usman Hamid juga menyayangkan pernyataan Brigjen Yudhoyono yang menyebut para pelaku penyerangan Lapas Cebongan telah bersikap ksatria hanya karena mengakui perbuatan dan siap bertanggungjawab.

Menurut Usman, Tim Investigasi TNI AD tidak memahami definisi kesatria.

"Ksatria itu mengandung kebajikan, kehormatan dan nilai cinta, jauh bertolak belakang dari militer yang tempur menyerang dan memusnahkan. Kalau masih ada sikap seperti itu, itu sebenarnya sikap setengah hati dari tim investigasi TNI," sindirnya.[ans]

Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum