post image
KOMENTAR
Mantan Menteri Perekonomian Kwik Kian Gie kemarin hadir di KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Juru Bicara KPK Johan Budi SP menjelaskan, pihaknya meminta keterangan pakar ekonomi itu terkait penanganan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

''Kwik Kian Gie dimintai keterangan dalam kaitan dengan dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dalam lanjutan penyelesaian BLBI yaitu pemberian SKL (Surat Keterangan Lunas),'' katanya di Jakarta, Selasa (2/4/2013).

KPK mulai menyelidiki kasus yang diduga melibatkan Boediono itu dengan memanggil Kwik Kian Gie sebagai saksi ahli. Sebelumnya, tanpa memberitahu materi penyelidikan, Kwik mengaku dimintai keterangan sebagai saksi ahli.

Pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada sejumlah obligor BLBI merupakan kebijakan kriminal. SKL yang diterbitkan pemerintah sarat dengan rekayasa untuk menyelamatkan pemilik bank yang telah merampas uang negara agar bebas dari kejahatan yang dibuatnya.

Pada Desember 1998, Bank Indonesia menyalurkan BLBI sebesar Rp147,7 triliun kepada 48 bank. Audit BPK menyimpulkan telah terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp138 triliun. Ketika itu Boediono menjabat sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia.

Dugaan keterlibatan Boediono di balik BLBI itu belakangan ini kembali diperbincangkan menyusul terungkapnya putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 977/K/PID/2004; No. 979/K/PID/2004; dan No. 981/K/PID/2004.

Dalam putusan itu, disebutkan 15 dan 20 Agustus 1997, Boediono bersama anggota Direksi BI lainnya telah membuat Keputusan Direksi mengenai pemberian fasilitas saldo debet bagi 18 bank yang mengalami saldo negatif/overdrat.

Seperti dilansir Rakyat Merdeka Online, dalam keputusan itu tidak ditentukan berapa jumlah maksimal saldo debet yang dapat diberikan serta indikator kesehatan bank.

Dalam Putusan Kasasi No. 979/K/PID/2004 dan No. 977/K/PID/2004 dua dari direksi BI yakni Hendrobudiyanto dan Heru Supraptomo dihukum dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan dan denda Rp20 juta. Mereka didakwa melakukan tindak pidana korupsi  secara bersama-sama dan dilakukan sebagai perbuatan berlanjut, dimana negara telah dirugikan sebesar Rp18 triliun.

Secara khusus, dugaan keterlibatan Boediono terungkap dalam Putusan Kasasi MA No. 981/K/PID/2004 yang menyatakan bahwa pada 21 Agustus 1997 Paul Soetopo dan Boediono telah menyetujui dan memberikan fasilitas saldo debet kepada tiga bank, yakni Bank Harapan Sentosa, Bank Nusa Internasional dan Bank Nasional. MA dalam putusan kasasi telah menghukum Paul Soetopo dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan dan denda Rp20 juta. [ans]

Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum