Para guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), mengadukan nasibnya kepada Fraksi Partai Golkar DPRD Medan, Senin (1/4/2013). Mereka dipaksa membayar kartu anggota sebesar Rp 75 ribu per guru.
Angka tersebut dikenakan bagi mereka yang dinyatakan sebagai anggota baru PGRI. Sedangkan anggota lama dikenakan biaya uang kartu anggota sebesar Rp50 ribu. Tidak sampai di situ, mereka juga dipaksa membayar iuran wajib sebesar Rp120 ribu bagi anggota baru dan Rp50 ribu untuk anggota lama.
Hal ini berdasarkan Surat Edaran Wali Kota No: 420/2358 tertanggal 7 Ferbruari 2013 yang ditandatangi Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan, Parluhutan Hasibuan dan Ketua PGRI Kota Medan Ramlan.
"Ini jadi bahan pertanyaan kami, kartu ini kegunaanya untuk apa. Sehingga untuk mendapatkannya harus bayar Rp 75 ribu. Sebab, berdasarkan pengaduan guru, mereka tidak tahu dan kartu lama belum digunakan," kata Sekretaris Fraksi Golkar DPRD Medan Ilhamsyah di gedung DPRD Medan, Senin (1/4/2013).
Dia mengungkapkan, kutipan tersebut jelas memberatkan guru. Apalagi pengeluran ini tidak jelas arah dan tujuannya. Para guru menjadi anggota baru harus dipaksa membayar iuran sebesar Rp120 ribu setahun.
"Yang didapat juga tidak jelas. Kami menduga ini semacam pemerasan tidak langsung. Guru saja masih banyak yang susah, belum punya rumah dan makan pas-pasan," tegasnya.
Ilham merasa prihatin dengan kondisi ini. Guru yang dinilai sudah tulus mengajarkan anak bangsa agar menjadi cerdas harus menjadi sapi perahan oknum tertentu. Hal ini bisa membuat dunia pendidikan di Kota Medan tidak stabil. Sebab, akibat terlalu banyaknya pungutan yang dianggab liar dan tidak terlalu penting membuat mereka marah. Seharusnya para guru benar-benar diperhatikan. Terutama guru yang mendapat penghasilan pas-pasan.
"Kalau guru mogok mengajar. Kegiatan belajar mengajar bisa tidak berjalan. Siapa yang dirugikan, siswa juga. Jangan diakal-akalin. Mereka bisa marah," ungkapnya.
Pria yang duduk di Komisi C DPRD Medan ini meminta aparat penegak hukum untuk menyelidiki dan menangkap oknum yang memberlakukan kutipan ini. Sebab, diduga ini pungli atau diduga pemerasan tidak langsung. Dasar kutipan tidak jelas, begitu juga kegunaanya.
"Tangkap oknum yang terlibat. Kegunaanya tidak jelas. Diduga hanya dinikmati segelintir orang, bukan untuk kemajuan pendidikan Kota Medan," tegasnya. [ded]
KOMENTAR ANDA